Wabah tersebut telah memberikan dampak yang signifikan terhadap beberapa sektor, baik ekonomi, politik, dan sosial di masing-masing negara, tak terkecuali dengan Indonesia dan Tiongkok.
Meskipun demikian, berjangkitnya wabah COVID-19 itu tidak sedikit pun mengendurkan semangat persahabatan antarkedua negara yang sudah lama terjalin dalam ikatan sejarah dan budaya. Tanpa terasa hubungan Indonesia-Tiongkok sudah memasuki tahun yang ke-70. Dan, tanpa terasa pula momentum bersejarah Konferensi Asia-Afrika sudah menginjak tahun ke-65.
Rencana merayakan peringatan KAA yang ke-65 di Bandung, Jawa Barat, bolehlah tinggal rencana. Akan tetapi bukan berarti peristiwa penting di belahan dunia yang tidak mau terjebak dalam dua blok berbeda harus dilupakan.
Ada banyak hal yang patut diteladani dari pemimpin di dua negara besar di Asia tersebut dalam memaknai momentum KAA Bandung tersebut.
Sejenak kita simak pidato Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping dalam peringatan KAA Bandung di Jakarta pada 2 April 2015 tentang “Melanjutkan Semangat Bandung untuk Mendorong Kerja Sama yang saling menguntungkan”. Di situ ada itikad dari pemimpin Tiongkok agar tercipta kesetaraan dalam tatanan di dunia ini. Apalagi Presiden Xi menyerukan solidaritas masyarakat Asia dan Afrika harus lebih ditingkatkan lagi untuk menghilangkan kesenjangan yang sampai sekarang masih terjadi.
Gayung pun bersambut. Presiden Joko Widodo sangat mendukung gagasan koleganyanya itu dengan menyatakan bahwa solidaritas antara Asia dan Afrika dalam balutan Semangat Bandung masih sangat penting dan realistis sampai sekarang.
Tentu saja, dalam situasi pandemi sekarang ini, Semangat Bandung harus diteguhkan kembali. Asia dan Afrika sama-sama mengalami krisis COVID-19 sehingga dibutuhkan langkah konkret untuk mengatasinya.
Indonesia dan Tiongkok sudah memulainya tatkala dua kepala negara sama-sama berbalas telepon dan berbagi pengalaman serta bantuan dalam mengatasi wabah tersebut. Jalinan kedua pemimpin negara bersahabat itu juga kembali ditunjukkan dengan bertukar ucapan selamat atas peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok.
Jelas sudah bahwa COVID-19 bukan lagi penghalang bagi kedua negara untuk bergandengan tangan menggalang solidaritas demi terwujudnya kehidupan masyarakat di kedua negara yang adil, makmur dan sejahtera serta menciptakan stabilitas perdamaian di kawasan.
Persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok yang terjalin sampai sekarang, bahkan dalam berbagai situasi dan kondisi serta pasang-surutnya situasi politik global, layak menjadi contoh model relasi bilateral di kawasan. Apalagi kedua negara tidak hanya memiliki jumlah penduduk yang besar, melainkan juga kaya akan sumber daya.
Rasa saling menghormati kedaulatan masing-masing mencerminkan sikap para pendiri bangsa yang hadir pada KAA 1955 sebagai bentuk ikhtiar membangun tatanan dunia yang baru dan bebas dari pengaruh dua kutub kekuatan karena Presiden RI Soekarno dan Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai di antara para pemimpin bangsa Asia dan Afrika yang menyepakati Dasasila Bandung.
Sepuluh sila yang berisi pandangan tentang kerja sama ekonomi, kerja sama kebudayaan, hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, dan masalah rakyat jajahan yang dideklarasikan para pemimpin dari Afghanistan, Indonesia, Pakistan, Birma, Iran, Filipina, Kamboja, Irak, Iran, Arab Saudi, Ceylon, Jepang, Sudan, Republik Rakyat China, Yordania, Suriah, Laos, Thailand, Mesir, Libanon, Turki, Ethiopia, Liberia, Vietnam (Utara), Vietnam (Selatan), Pantai Emas, Libya, India, Nepal, dan Yaman pada 18 April 1955.
Dasasila Bandung sebagai peninggalan para pemimpin terdahulu tidak hanya mampu mengubah struktur Perseritakan Bangsa-Bangsa yang tadinya forum eksklusif antara Barat dan Timur, melainkan juga menjadi inspirasi bagi Presiden Jokowi dan Presiden Xi dalam memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan tanpa ada perlakuan diskriminatif dan eksklusif demi terjaganya stabilitas dan perdamaian global pada masa-masa mendatang.
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020