Jakarta (ANTARA) - Komite III DPD RI menolak dan meminta DPR agar menghentikan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja karena dinilai tidak sesuai dengan beberapa hal serta tanpa mempertimbangkan hak pekerja.
"RUU Cipta Kerja bertentangan dengan asas otonomi daerah pasal 18 ayat 2 dan ayat 5 UUD 1945," kata Wakil Ketua II Komite III DPD RI M Rahman melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan pada asas otonomi tersebut mengakui keberadaan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota yang menganut asas otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan.
RUU Cipta Kerja dinilai DPD melanggar hak asasi warga negara di antaranya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, jaminan kesehatan, dan pendidikan yang dijamin serta dilindungi oleh konstitusi serta melepaskan kewajiban negara untuk menyediakan hak-hak itu kepada swasta atau asing.
Baca juga: Baleg kritisi minim diskursus terkait RUU Ciptaker
Baca juga: Dewan Pers: Tunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Ciptaker selama COVID-19
Baca juga: Legislator usulkan klaster ketenagakerjaan dipisah dalam Omnibus Law
Kemudian, RUU Cipta Kerja, kata Rahman akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Apabila terjadi pelanggaran, tidak jelas norma hukum mana yang diterapkan mengingat aturan tentang pelanggaran atau sanksi dalam undang-undang yang menjadi muatan RUU itu beberapa diantaranya tidak direvisi atau dicabut.
Selain itu, berdasarkan hasil telaah DPD RI terdapat beberapa masalah di antaranya RUU Cipta Kerja menghapus semua kewenangan pemerintah daerah dalam hal pendaftaran serta perizinan usaha dan mengalihkannya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"RUU ini hanya memberikan kewenangan pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan otonomi daerah selain pendaftaran dan perizinan berusaha," katanya.
Selanjutnya pasal 89 RUU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Secara substansi, isi RUU tersebut bertentangan dengan pasal 27 ayat 2 dan pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 karena menghilangkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
"Hal yang terdampak yaitu terkait upah, upah minimum, waktu kerja, pesangon, penggunaan tenaga alih daya, dan penempatan tenaga kerja asing," katanya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Komite III DPD RI menolak RUU Cipta Kerja dan meminta DPR RI untuk menghentikan pembahasan karena dinilai hanya dominan dalam peningkatan investasi tanpa mempertimbangkan hak-hak pekerja, asas desentralisasi, dan aspek lainnya.
Tidak hanya itu, RUU Cipta kerja dinilai DPD cacat formil karena tidak melibatkan unsur partisipasi masyarakat dalam proses pembentukannya sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, junto Undang-Undang nomor 15 tahun 2019.*
Baca juga: Fraksi PKS sampaikan tiga catatan tolak pembahasan RUU Cipta Kerja
Baca juga: Baleg DPR setujui bentuk Panja RUU Ciptaker
Baca juga: Polemik Ciptaker, FPDIP usulkan kluster ketenagakerjaan dipisahkan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020