Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 30 orang keluarga buruh dan pembanturumah tangga migran serta aktivis dari "Migrant Care" berunjuk rasa didepan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, Rabu .
Mereka memintapertanggungjawaban pemerintah Malaysia atas serentetan kasus dalamsepekan terakhir berkenaan dengan kematian Kartini serta tujuh orangtenaga kerja Indonesia korban reruntuhan supermarket Jaya, dan beberapakasus pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pemenuhan hak bagi paraburuh.
Mereka juga memprotes pelanggaran batas yang dilakukan Tentara Laut Diraja Malaysia) di perairan Ambalat, Kalimantan Timur.
Kelompok pengunjuk rasa yang hampir semuanya wanita itu membawa spandukbertuliskan "TKI Disikat, Ambalat Diembat" sambil meneriakkan "HidupBuruh Migran" di sela-sela orasi yang dibacakan salah satu pengunjukrasa.
Mereka juga membawa sebuah rangkaian bunga dengan tulisan "Turutberdukacita atas Kartini dan tujuh TKI korban reruntuhan banguna diMalaysia" diiringi nyanyian bersama lagu Gugur Bunga.
Aksi yang dimulai pada sekitar pukul 10.00 dan berlangsung selamasekitar satu jam tersebut juga didukung oleh kehadiran Rieke DiahPitaloka, aktivis perempuan dan anggota legislatif terpilih untukperiode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat juga menyampaikan agarpemerintah Indonesia melayangkan nota protes terhadap upaya Malaysia didaerah perairan Ambalat.
Aksi ini juga didukung oleh perkumpulan korban PHK dari PT Shin-EtsuMalaysia, komunitas Ciliwung, Ikatan Pekerja Migran kebumen dan LembagaIndependen Pemulihan Bangsa.
Selain aksi di depan Kedubes Malaysia, unjuk rasa juga diagendakanterjadi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) di Jalan MH Thamrin, JakartaPusat.
Aksi di tempat yang kerap menjadi ajang aksi demonstrasi di wilayahibukota itu direncanakan berlangsung pada sekitar pukul 15.00 WIB.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Di sebalik kisah pembantu rumah yang didera oleh majikannya, ada cerita-cerita kemanusiaan, kasih sayang dan simpati yang ditunjukkan oleh majikan dan rakyat Malaysia yang patut direnung juga oleh semua, termasuk mereka yang terlalu emosional terhadap kes Ceriyati.
Sebuah akhbar berbahasa Inggeris, The Jakarta Post menyiarkan gambar lelaki India yang menyelamatkan Ceriyati saling berpelukan ketika mereka dipertemukan di kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Namun gambar yang menyentuh perasaan dan boleh meredakan kemarahan masyarakat itu tidak pula disiarkan oleh akhbar- akhbar utama lain di sini.
Kita mungkin masih ingat beberapa tahun dulu, seorang peniaga rakyat Malaysia mati ditikam kerana mengejar peragut yang merompak seorang pembantu rumah Indonesia di Kuala Lumpur. Selain itu, kisah pekerja asing merogol kanak-kanak perempuan dan membunuhnya di sebuah kebun kelapa sawit di Sungai Petani, menyayat hati rakyat Malaysia.
Bagaimanapun rakyat Malaysia tidak menjadikan tunjuk perasaan sebagai budaya, sebaliknya menyerahkan kepada undang-undang dan mahkamah untuk menghukum para pesalah. Media memainkan peranan penting untuk mempengaruh masyarakat untuk hidup dalam suasana harmoni. Namun media juga boleh mencetuskan kemarahan apabila laporan sesuatu isu disensasikan dan dilaporkan secara tidak seimbang, kenyataan yang emosional dan fakta yang tidak tepat dan betul