New York (ANTARA News) - Harga minyak mentah, setelah melesat ke posisi tertinggi tahun ini di New York, berakhir "mixed" (beragam) pada Selasa waktu setempat.

Seperti dilaporkan AFP, kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman pada Juli, turun tiga sen dari harga penutupan Senin menjadi berakhir pada 68,55 dolar AS per barel, setelah sempat mencapai 69,05 dolar.

Di London, minyak mentah "Brent North Sea" untuk penyerahan Juli, naik 20 sen menjadi 68,17 dolar AS per barel.

"Ada beberapa aksi ambil untung, kami mendapat beberapa laporan tentang produksi OPEC yang bergerak naik untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir," kata John Kilduff dari MF Global.

"Dengan demikian di sana ada obrolan pasar tentang penghianatan."

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang memproduksi sekitar 40 persen minyak mentah dunia, menurunkan target produksinya tiga kali pada akhir tahun lalu, untuk menstabilkan harga yang jatuh dari rekor tertinggi di atas 147 dolar AS pada Juli menjadi 32,40 dolar AS pada Desember.

OPEC yang pekan lalu memutuskan untuk mempertahankan produksinya tak berubah di tengah sinyal pemulihan ekonomi dan naiknya harga minyak mentah, mempengaruhi harga melalui pembentukan kuota produksi, dengan para anggota diberikan target produksi individu.

Kilduff mengatakan, melemahnya dolar AS terus menyediakan dorongan untuk menguatnya harga minyak.

"Ceritanya masih sama, berlanjutnya pelemahan dolar terhadap mata uang utama lainnya. Itu fakta utama yang mendorong pasar energi kembali naik," kata dia.

"Minyak di posisi tertinggi baru karena dolar sedang mendapat hantaman dan juga meningkatnya harapan ekonomi telah keluar dari pososi terbawahnya," kata Phil Flynn dari Alaron Trading.

Para investor juga sedang menunggu rilis data stok minyak mingguan di Amerika Serikat, konsumen energi terbesar dunia, pada Rabu.

Pekan lalu, pemerintah AS melaporkan bahwa stok minyak mentah AS telah jatuh 5,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 22 Mei.

Jason Feer, wakil ketua analis pasar Argus Media, mengatakan harga minyak saat ini tidak menjustifikasi kurangnya permintaan untuk komoditas di tengah penurunan ekonomi global.

"Di sana tidak terlihat sebuah pemulihan sangat kuat dalam permintaan untuk menjastifikasi kenaikan kuat pada harga," kata Feer. "Di sana masih banyak persediaan minyak mentah."

Harga minyak mentah telah "rebound" dalam beberapa hari terakhir karena data ekonomi positif memberikan kesan bahwa ekonomi global sedang membaik. Mereka juga mendapat dorongan dari melemahnya dolar.

Pelemahan mata uang AS membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah untuk para pemegang mata uang yang menguat, yang menstimulus permintaan dan mendorong naiknya harga.

Harga minyak mentah pada Senin, melonjak di atas 68 dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, sebagian terbantu oleh berita bahwa sektor manufaktur China telah meningkat untuk ketiga bulan berturut-turut.

China adalah konsumen energi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009