Brisbane (ANTARA News) - Serangkaian insiden serangan terhadap mahasiswa India di Melbourne yang berpuncak pada aksi perampokan disertai penusukan terhadap Baljinder Singh 25 Mei lalu telah memunculkan kekhawatiran pemerintah Australia akan reputasi negaranya sebagai tempat belajar bagi mahasiswa asing.
Dalam penjelasannya kepada Majelis Rendah Parlemen Australia di Canberra, Selasa, Menteri Luar Negeri Stephen Smith kembali mengutuk aksi-aksi penyerangan terhadap warga India yang belajar dan bekerja di Australia.
Ia juga menegaskan keseriusan Pemerintah Australia dalam menjaga reputasi negaranya sebagai tempat yang aman bagi tempat belajar mahasiswa asing dengan membentuk satuan tugas baru beranggotakan para pejabat senior lintas departemen dan dipimpin Penasehat Keamanan Nasional, Duncan Lewis.
Satgas beranggotakan para pejabat senior dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan, Departemen Pendidikan, Pekerjaan, dan Hubungan Kerja, Departemen Imigrasi dan Kewarganegaraan serta Departemen Kejaksaan Agung itu akan mengkoordinir langkah-langkah pemerintah, katanya.
"Melalui Satgas ini, Pemerintah Australia akan menangani isu yang sangat sensitif ini bersama (pemerintah) negara-negara bagian," kata Menlu Smith.
Di seluruh Australia ada sedikitnya 90 ribu mahasiswa India dan lebih dari 200 ribu warga negara Australia keturunan India. "Lebih dari 90 ribu mahasiswa India itu adalah tamu yang disambut di negara kita," katanya.
Menlu Smith lebih lanjut mengatakan Kepala Negara Bagian Victoria, John Brumby, telah mengumumkan rencananya menerapkan rekomendasi Satgas pemerintah negara bagian Victoria tentang mahasiswa internasional tahun lalu.
Pemerintah Victoria pun, katanya, berjanji mengubah pedoman penghukuman bagi aksi-aksi kejahatan bermotivasi kebencian terhadap orang karena ras, agama, jenis kelamin, umur dan kecacatan fisiknya.
Sumbangan kehadiran mahasiswa internasional bagi perekonomian negara bagian Victoria dilaporkan mencapai empat miliar dolar Australia per tahun.
Serangkaian aksi kejahatan, seperti perampokan disertai kekerasan fisik, serta kekerasan verbal, terhadap mahasiswa India yang berpuncak pada kasus penusukan Baljinder Singh itu telah memicu aksi demonstrasi ribuan orang mahasiswa dan warga India di Melbourne Minggu (31/5).
Aparat kepolisian Victoria yang mengamankan jalannya aksi demonstrasi di kota Melbourne itu dituding para demonstran bersikap berlebihan.
Seperti ditayangkan Stasiun TV "SBS" dalam buletin beritanya, Selasa malam, insiden kekerasan terhadap mahasiswa India di Melbourne itu telah memicu gelombang demonstrasi anti-Australia di India.
Bahkan SBS menayangkan gambar sejumlah demonstran di India yang membakar boneka berwajah PM Kevin Rudd.
ANTARA mencatat aksi kekerasan terhadap mahasiswa asing di Melbourne dan sekitarnya tidak hanya menimpa mahasiswa internasional dari India tetapi juga beberapa orang mahasiswa Indonesia.
Pada 18 November 2008 misalnya, Ketua Ranting Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Universitas La Trobe, Inge Dhamanti, dan suaminya dipukul seorang pemuda Australia saat jalan-jalan sore di "Direct Factory Outlet" (DFO) Southern Cross Melbourne.
Pada Oktober 2007, Andi Syafrani, aktivis mahasiswa Universitas Victoria, juga menjadi korban perampokan dua orang pemuda dan seorang pemudi Australia di halaman parkir stasiun kereta Footscray, Melbourne. Andi sempat menjalani operasi mata di Rumah Sakit Sunshines Melbourne akibat kekerasan fisik para perampok.
Aksi pemukulan yang berakhir dengan perawatan intensif di rumah sakit juga pernah menimpa Airlangga Hutama, mahasiswa Indonesia di Adelaide, Australia Selatan, 9 Maret 2008. Pelakunya adalah seorang pemuda Australia yang sedang mabuk.
Jumlah mahasiswa internasional di Australia diperkirakan mencapai 450 ribu orang. Kehadiran mereka itu memberikan sumbangan bagi perekonomian Australia sebesar 12,5 miliar dolar Australia (2007).(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009