"Sangat berlebihan bila sampai harus dipidanakan," kata Uli kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Menurut Uli, penyampaian keluhan dari Prita terhadap pelayanan RS Omni Internasional seharusnya merupakan bagian dari kebebasan dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Sedangkan perihal kebebasan tersebut, ujar dia, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik antara lain menetapkan hak orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19).
Selain itu, Uli berpendapat bahwa Prita yang dijerat secara pidana dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan sukar dibuktikan oleh pihak pengadilan.
"Pengadilan harus benar-benar bisa membuktikan bahwa Prita memiliki unsur kesengajaan untuk mempunyai niat yang jahat terhadap pihak yang dirugikan," katanya.
Sebelumnya, seorang ibu rumah tangga, Prita Mulyasari, telah menjalani penahanan oleh pihak Kejaksaan Negeri Tangerang di LP Perempuan Tangerang sejak 13 Mei 2009 terkait dengan gugatan pencemaran nama baik yang dilancarkan RS Omni Internasional.
Kasus pencemaran nama baik tersebut berawal ketika Prita menuliskan keluhannya dalam email atau surat elektronik tentang pelayanan RS Omni.
Namun, isi dari surat elektronik tersebut tersebar hingga ke sejumlah milis sehingga membuat RS Omni mengambil langkah hukum.
Dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri Tangerang memenangi pihak RS Omni Internasional sehingga Prita menyatakan banding.
Sedangkan dalam gugatan pidana yang akan mulai digelar di PN Tangerang sejak Kamis (4/6), Prita terancam hukuman enam tahun penjara dan denda sebanyak Rp1 miliar berdasarkan Pasal 27 UU ITE.
Sementara itu, dukungan terhadap Prita juga dibuat oleh para blogger antara lain di dunia maya, tepatnya pada sebuah laman jejaring sosial, Facebook.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009