Banjarbaru (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian mulai tahun ini mengembangkan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu (Si Katam Terpadu) untuk budi daya pertanian di lahan rawa.

"Jadi rekomendasi untuk budi daya tanaman di lahan rawa juga dapat dilihat petani, selain lahan sawah tadah hujan dan irigasi yang sudah ada sebelumnya," kata Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Fadjry Jufry kepada Antara, Jumat.

Baca juga: Kalsel sukses laksanakan program pertanian di lahan rawa

Si Katam Terpadu yang dapat diakses melalui aplikasi android di Google Playstore itu merupakan pedoman atau alat bantu yang memberikan informasi tentang prediksi iklim, estimasi waktu dan potensi luas tanam maupun kerusakan akibat banjir.

Selain itu, juga informasi terkait kekeringan dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), rekomendasi varietas, rekomendasi pemupukan, neraca alsintan, dan potensi pakan ternak, serta sistem pemantauannya berdasarkan kondisi prediksi iklim dan tipologi lahan, hingga ke level kecamatan.

Balitbangtan pun sudah meng-update Si Katam Terpadu versi 3.1 untuk Musim Kemarau 2020, dengan informasi baru yang lebih mudah dipahami. Selain itu, juga tersedia berbagai menu, antara lain peta, data interaktif dan grafik, rekomendasi pupuk, alsintan, ternak dan varietas, iklim dan prediksi, bencana musiman dan endemik, monitoring serta Cetak Info-BPP dan dokumen (Pdf).

Baca juga: Balitbangtan luncurkan SI Katam terpadu versi 2.1

Baca juga: Balitbangtan kawal produktivitas pangan di tengah wabah corona

Hal terbaru dari versi ini juga memuat informasi Standing Crop/SC (kondisi pertanaman padi sawah di lapang) disertai dengan informasi prediksi luas panen tiga bulan ke depan hingga level desa.

Fadjry mengemukakan informasi curah hujan yang dijadikan dasar dalam Si Katam Terpadu dapat menjadi pijakan awal untuk bercocok tanam, sehingga informasi iklim tersebut perlu diberikan kepada penyuluh dan petani, karena hampir semua unsur iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, dimana informasi curah hujan harus menjadi pijakan awal untuk bercocok tanam.

"Kehadiran buku Kalender Tanam Terpadu ini mampu memberikan penguatan dan pemahaman yang lebih komprehensif kepada pengambil kebijakan untuk keberhasilan pencapaian target produksi padi. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh pihak terkait di daerah dapat memahami model Si Katam ini dengan baik," paparnya.

Baca juga: Nanoselulosa produk Balitbangtan mampu urai plastik 60 hari

Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan (BBSDLP) Dr Husnain mengatakan untuk membantu petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, Balitbangtan melalui Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) secara reguler telah membuat prediksi tanam komoditas padi, jagung, kedelai berdasarkan prediksi curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Prediksi itu diharapkan mampu mengurangi risiko gagal panen karena kekeringan, kebanjiran, maupun potensi kerusakan karena OPT.

Kepala Balittra Hendri Sosiawan dan tim menunjukkan data musim tanam pada Si Katam Terpadu. (ANTARA/Firman)

Pada berbagai kesempatan sosialisasi Kostratani di 7 BPP prioritas di Kabupaten Barito Kuala dan Tapin serta di Dinas Pertanian Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Kepala Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Hendri Sosiawan menjelaskan pentingnya Si Katam Terpadu sampai ke petani.

"Alhamdulillah Si Katam Terpadu tetap berkibar dan menjadi pedoman bagi petani dalam melakukan budi daya tanaman," tutur Hendri.

Baca juga: Optimalisasi lahan rawa jaga produksi padi di musim kemarau panjang

Baca juga: Kontribusi lahan rawa terhadap produksi pangan nasional

Semangat para penyuluh dalam menyampaikan informasi juga diapresiasi Hendri. Di tengah pandemi COVID-19, penyuluh tetap tegar menyebarluaskan informasi ke petani dan masyarakat.

"Kalimantan Selatan yang mempunyai luas lahan baku sawah 291.145 hektare akan terhindar dari risiko kegagalan panen apabila mengikuti rekomendasi Si Katam," pungkas Hendri.

Pewarta: Firman
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020