"Wacana yang kurang realistis karena pemerintahan saat ini menerapkan efisiensi," katanya ketika dimintai tanggapan di Jakarta, Selasa.
Amidhan mengatakan, BKKBN berstatus setingkat departemen, maka menambah "kursi" menteri dengan berbagai konsekuensi, terutama dana di saat masalah krisis global.
"Jangan manfaatkan pemilihan presiden dan wapres (pilpres) dengan mewacanakan penambahan departemen yang sebenarnya tidak sesuai dengan penyederhanaan birokrasi," ujarnya.
Dia menilai BKKBN tetap berstatus badan dengan idealnya meningkatkan kinerja, terkait sosialisasi Keluarga Berencana (KB) yang relatif kurang optimal.
"10 tahun setelah reformasi terlihat kinerja BKKBN cenderung menurun sehingga perlu diaktifkan kembali melalui sosialisasi dengan melibatkan seperti para ulama, guru, organisasi kemasyarakatan pemuda(okp)," ujar Amidhan.
Dia menilai kinerja BKKBN yang kurang optimal berdampak terhadap ancaman ledakan penduduk Indonesia.
"Kenyataannya penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 juta jiwa dan menempatkan Indonesia di peringkat keempat setelah China, India dan Amerika Serikat," kata Amidhan.
Disinggung penerapan Otonomisasi Daerah (Otda) melemahkan kinerja BKKBN, dia mengatakan, tergantung perhatian Gubernur dan Bupati/Walikota.
"Sekira kurang perhatian Gubernur dan Bupati/ Walikota, maka pasti program kependudukan, terutama berkaitan dengan KB realisasinya tidak optimal," ujar Amidhan.
Sebelumnya, Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengatakan laju pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini sekitar 1,35 persen/ tahun.
Yang menjadi persoalan, peningkatan jumlah penduduk usia kerja belum diiringi kesempatan kerja produktif.
Tahun 2000 misalnya pengangguran hanya 5,6 juta orang atau 6 persen, tahun 2003 meningkat menjadi 10 persen ( 9,5 juta orang) dan melonjak pada tahun 2005 menjadi 10, 3 persen atau 10, 9 juta orang.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009