Fenomena ini adalah gambaran ironi yang menyentuh rasa kemanusiaan kita

Jakarta (ANTARA) - Psikolog Dompet Dhuafa, Maya Sita Darlina menyesalkan adanya penolakan oleh warga terhadap tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 saat akan pulang ke rumahnya.

"Fenomena ini adalah gambaran ironi yang menyentuh rasa kemanusiaan kita," katanya melalui pesan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.

Baca juga: RS Persahabatan yakinkan masyarakat tak panik soal keberadaan perawat

Ia mengatakan di tengah kesimpangsiuran informasi tentang bahaya penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19, keputusan untuk menolak tenaga medis untuk pulang ke rumahnya sendiri merupakan tindakan yang ironi dan tidak menunjukkan adanya empati.

Untuk itu, ia menyarankan perlu adanya campur tangan dan dukungan dari pemimpin setempat, baik ulama, ketua RT/RW maupun tokoh masyarakat lainnya.

Baca juga: Sultan HB X minta masyarakat tak berprasangka buruk pada tenaga medis

"Mengharapkan masyarakat berpikir jernih dalam suasana seperti ini bisa jadi adalah hal yang berlebihan," katanya.

Ketua RT/RW maupun imam masjid bisa menjembatani dengan tidak saja memberikan imbauan kepada warga tetapi juga melakukan aksi yang lebih konkret.

"Misalnya menunggu warga (atau tenaga medis tersebut) sejak dari pintu gerbang komplek perumahan, lalu mengantarnya pulang ke rumah dengan tetap mengikuti protokol physical distancing serta memakai alat proteksi diri yang sesuai," katanya.

Menghindari seseorang yang berpotensi menularkan virus guna mencegah penyebaran, menurut Maya, adalah langkah yang wajar dilakukan.

Baca juga: Jumlah kasus positif COVID-19 di Purwakarta turun

Tetapi menolak mereka untuk kembali ke rumahnya sendiri, kata dia lebih lanjut, adalah tindakan yang sewenang-wenang.

"Mau menang sendiri lalu mengorbankan orang lain yang merupakan warga (di komplek itu) sendiri," ujarnya.

Untuk itu, warga disarankan mengedukasi diri agar mengetahui tentang bagaimana seharusnya menjaga jarak aman dengan orang lain yang diduga terpapar virus sehingga tidak sewenang-wenang menolak warga.

"Sekali lagi, reaksi emosional yang muncul bisa dipahami. Namun, untuk sampai pada solusi, tidak bijak rasanya berkutat dengan emosi semata, lalu tidak melakukan eksplorasi, menjajaki pilihan tindakan baru yang efektif," katanya.

"Dengan demikian sikap warga yang menolak warganya sendiri bisa dipahami, tapi menurut saya bukan tindakan yang tepat," tambahnya.

Baca juga: Pemkab Kudus masih kesulitan sediakan masker bedah dan VTM

Pewarta: Katriana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020