"Itu semua tidak betul. Kami sudah berusaha maksimal sebatas fungsi sebagai perwakilan," kata Widyarka Ryananta Minister Counsellor Pensosbud (penerangan sosial budaya) KBRI Kuala Lumpur, Senin.
KBRI Kuala Lumpur langsung mengirimkan surat ke Kerajaan Kelantan untuk menanyakan kondisi kesehatan Manohara setelah ada surat dari Deplu dan setelah Deplu menerima surat pengaduan Ibu Deasy pada 27 Maret 2009.
Pada tanggal 8 April 2009, Kerajaan Kelantan memberikan jawaban lisan bahwa Sultan Kelantan belum bisa menerima karena sedang sibuk dan memberikan kabar bahwa keadaan Manohara baik-baik saja.
Pada 16 April 2009, KBRI Kuala Lumpur mengirim surat ke Kementerian Luar Negeri Malaysia untuk minta klarifikasi terkait dicekalnya Ibu Deasy masuk wilayah Malaysia. Namun terjawab oleh PM Najib Tun Razak ke Jakarta, 22-23 April 2009, bahwa Ibu Deasy sudah bisa masuk ke Malaysia. "Tapi hingga kini Ibu Deasy juga tidak ke Malaysia," katanya.
"Tanggal 6 Mei 2009 datang tiga orang utusan Sultan Kelantan ke KBRI Kuala Lumpur dan bertemu dengan Dubes Dai Bachtiar. Dalam kesempatan itu, Dai meminta agar Kerajaan Kelantan tidak memutus komunikasi antara ibu dengan Manohara. Diizinkannya orang kedutaan menemui Manohara," katanya.
Utusan Kerajaan Kelantan saat itu mengatakan akan menyampaikan permintaan Dubes Indonesia itu.
"Ketika bertemu dengan salah seorang menteri yang menanyakan kasus Manohara, Dubes mengatakan lagi sikapnya agar komunikasi antara ibu dengan Manohara jangan diputus. Kedua, izinkan orang kedutaan menemui Manohara. Menteri bersangkutan berjanji akan membantu. Namun tak lama kemudian Sultan Kelantan jatuh sakit jadi kasus ini tertunda dan terakhir kejadian seperti ini," kata Widyarka.
Jadi tidak betul KBRI Kuala Lumpur tidak berupaya membantu kasus Manohara.
"Yang pasti kami sejak saat ini tidak pernah mendapat bukti Manohara disiksa dan dianiaya oleh suaminya. Untuk masuk membantu lebih jauh juga susah karena tidak ada bukti," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009