Sebab, kata Hasyim saat memberi pengarahan dalam Rapat Kerja Nasional Muslimat NU di Makassar, Sabtu, selama ini belum ada aturan yang jelas mengatur hubungan NU dengan partai berbasis NU tersebut, khususnya dengan PKB.
Padahal, PKB dibentuk dan dibesarkan oleh NU pada Pemilu 1999 dengan harapan bisa menjadi pembawa aspirasi serta visi dan misi NU di ranah politik.
"Tahun 1999 NU membentuk PKB. Setelah itu, PKB besar. Menjadi besar tapi tidak terdidik. Akibatnya, hubungan NU dengan PKB menjadi renggang. Selain juga karena tidak ada aturan yang mengatur hubungan itu," katanya.
Pada Pemilu 2009 perolehan kursi DPR RI PKB merosot jauh dibanding pemilu sebelumnya. Sementara PKNU yang terbentuk akibat konflik internal PKB gagal menempatkan wakilnya di parlemen. Akibatnya wakil NU di parlemen pun semakin sedikit.
Padahal, menurut Hasyim, untuk menjamin eksistensi ajaran dan gerakannya, NU membutuhkan perlindungan politik melalui parpol mengingat NU bukan parpol.
Apalagi, saat ini NU menghadapi "ancaman" dari kelompok yang menganut faham yang berlawanan dengan NU yakni kelompok Wahabi.
"Mereka punya parpol, sementara parpol kita sedang amburadul," katanya.
Dikatakannya, jika parpol yang mewakili aspirasi NU tidak kuat, maka dikhawatirkan undang-undang yang dibuat justru merugikan NU.
Oleh karena itu, Hasyim meminta Muslimat agar turut memikirkan dan membuat rekomendasi menyangkut hubungan NU dengan parpol untuk dibahas di muktamar NU pada Januari mendatang.
"Muslimat perlu turut memikirkan, apakah perlu diperbaharui sistemnya atau dibiarkan saja seperti ini," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009