Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus bersikap proaktif untuk membantu penyelesaian persoalan pemimpin Pro Demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Pengamat Politik Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dra Awani Irawati MA ketika dihubungi di Jakarta, Jumat, mengatakan, sikap proaktif tersebut antara lain dengan mengagendakan pembahasan soal Suu Kyi secara resmi pada konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN.

"Jika ASEAN berani mengagendakan secara resmi pembahasan soal Suu Kyi pada KTT ASEAN, mungkin hasilnya bisa lebih baik," kata Awani Irawati.

Dikatakannya, meskipun saat ini dunia sudah tanpa batas, tapi tetap ada kode etik untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain terlalu dalam.

Dijelaskan Awani, selama ini ASEAN selalu ditekan oleh dunia internasional untuk menyelesaikan persoalan antara rezim Junta Militer dan pemimpin partai Liga Bangsa untuk Demokrasi (NLD) di Myanmar, tapi hasilnya tidak optimal.

Diplomasi yang dilakukan ASEAN dalam forum-forum, kata dia, belum ada hasilnya.

ASEAN beranggotakan sepuluh negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam.

Bahkan sanksi yang diberikan Amerika Serikat (AS) dan Eropa tidak menggoyahkan Junta Militer negara tersebut.

"Myanmar berani bersikap seperti itu karena mendapat dukungan dari China dan India," katanya.

Awani mengingatkan, untuk terus mencermati proses pengadilan yang dilakukan terhadap peraih hadiah nobel perdamaian tersebut akan berakhir seperti apa.

Menurut dia, tahanan rumah yang diberlakukan Junta Militer terhadap Suu Kyi tanpa proses hukum dan telah dilakukan beberapa kali.

Kalau saat ini Suu Kyi akan diadili di pengadilan, kata dia, sudah ada kemajuan karena ada proses hukum.

"Tapi jika keputusannya Suu Kyi dijatuhi hukuman penjara rumah lagi berarati belum ada kemajuan dan bahkan kalau dipenjara itu berarti langkah mundur dalam berdemokrasi di negara tersebut," katanya.

Pemimpin partai yang memenangkan pemilu di Myanmar pada 1990 ini diadili setelah menerima kunjungan tamu seorang warga negara Amerika Serikat ke rumahnya menjelang akhir masa tahanan rumah yang dijatuhkan kepadanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009