Mogadishu (ANTARA News/AFP) - Presiden Somalia Sharif Sheikh Ahmed menuduh Eritrea telah mempersenjatai kelompok Islam garis keras yang berperang untuk mengusir pemerintahnya.
Itu adalah pertama kalinya ia secara langsung menyalahkan negara kecil Afrika tersebut sejak meletusnya awal bulan ini salah satu perang paling berdarah terhadap pemerintahnya yang berusia empat bulan.
"Kami tahu pasti bahwa sebagian besar dari senjata di tangan gerilyawan datang dari Eritrea," ia mengatakan pada wartawan Rabu, satu hari setelah istananya sendiri mendapat serentetan tembakan mortir.
"Eritrea sangat banyak terlibat di sini...Kami tahu bahwa sejumlah pejabat Eritrea datang ke sini dan membawa uang kontan."
Sharif mengatakan bahwa pada masa lalu para pejabat itu mengirim uang melalui Nairobi atau Dubai, tapi "sekarang mereka datang secara langsung dengan uang."
Kelompok Islam garis keras, yang dipercaya didukung oleh ratusan pejuang asing, ingin menerapkan hukum syariah yang lebih keras di negara itu.
PM Omar Abdirashid Sharmarke mengatakan ada sebanyak 400 pejuang asing sementara Sharif mengatakan sebagian besar mereka dari Pakistan, Afghanistan dan Irak.
Menurut Sharif, tujuan Asmara mendukung Islamis radikal adalah untuk membangun markas guna melatih unit-unit untuk melancarkan perang gerilya terhadap musuh lamanya Ethiopia.
Hubungan antara Ethiopia dan Eritrea telah tegang sejak perang perbatasan yang menghancurkan pada akhir 1990-an yang mana sekitar 80.000 orang tewas.
Eritrea menentang dengan keras pengerahan tentara Ethiopia pada akhir 2006.
Ketika ditanya apakah ia mendukung pengerahan kembali tentara Ethiopia, Shari mengatakan "samasekali tidak". "Kami ingin negara kita tetap independen," ia menambahkan.
Sejumlah warga di kota perbatasan Somalia dengan Ethiopia belum lama ini mengatakan mereka meliat tentara Ethiopa di kota itu, tapi Sharif mengatakan pemerintah telah kembicarakan masalah tersebut "dan mereka setuju bahwa tentara Ethiopia masih di dalam perbatasan mereka".
AS dan Uni Afrika telah menuduh Eritrea memanaskan kekerasan di Somalia, tuduhan yang Eritrea bantah. Negara-negara Afrika telah minta pengenaan sanksi PBB terhadap Asmara.
Para pejuang Islam yang menentang Sharif melancarkan serangan terakhir pada 7 Mei, berjanji untuk menjatuhkan pemerintahnya yang didukung-Barat.
Lebih dari 200 orang telah tewas dan sekitar 62.000 warga Mogadishu melarikan diri dari bentrokan itu dalam 20 hari terakhir. Sharif bersembunyi di kompleks kepresidenan dilindungi penjaga perdamaian AU.
Gerilyawan Islamis Rabu memperingatkan bahwa memperpanjang misi penjaga perdamaian Uni Afrika hanya akan memperburuk krisis, satu hari setelah PBB memutuskan untuk memperpanjangnya.
"Kami katakan dengan jelas bahwa memperpanjang mandat pasukan asing berarti memperpanjang kekerasan dan permusuhan di negara Muslim Somalia," kata Sheikh Ali Mahmoud, jurubicara kelompok gerilyawan al Shebaab.
Misi AU, dikerahkan Maret 2007, terdiri dari 4.300 lebih tentara Uganda dan Burundi serta ditugasi melindungi tempat-tempat strategis di ibukota seperti kepresidenan, pelabuhan dan bandara.
Namun meraka tidak diperbolehkan berperang berdampingan dengan pasukan pemerintah dan diberi wewenang untuk membalas hanya jika mendapat serangan langsung.
Pemerintah Sharif, yang terbatas pada beberapa bagian ibukota, menerima kekuasaan Januari setelah proses rekonsiliasi yang disponsori-PBB.
Shebaab, kelompok garis keras yang pemimpinya diduga punya hubungan dengan al Qaida dan kelompok bersenjata Herb al-Islamiya yang setia pada pemimpin oposisi garis keras Sheikh Hassan Dahir Aweys, telah memerangi pemerintah.
Somalia, negara dengan sekitar 10 juta orang penduduk, telah tidak punya pemerintah pusat yang efektif sejak bekas presiden Mohamed Siad Barre dipecat pada 1991, yang memulai putaran bentrokan berdarah.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Pada 1991, Sharif Sheikh Ahmed adalah salah seorang yang ikut menjungkalkan Presiden Mohamed Siad Barre dari kekuasaannya.
Kini kekuasaannya digoyang oleh bekas teman-temannya sendiri sesama pejuang dulu akibat perbedaan prinsip.
Kalau begini terus-menerus, kapan negara bisa makmur?