Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Jika tidak mengeluarkan perppu, maka presiden adalah salah satu pihak yang harus bertanggung jawab dengan matinya pengadilan tipikor," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis (28/5) malam.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006, telah menyatakan Undang-Undang (UU) Pengadilan Tipikor, harus terbentuk pada 19 Desember 2009.

Artinya, jika tidak terbentuk dengan batas waktu yang ditentukan itu, maka penanganan perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diserahkan ke peradilan umum.

Febri Diansyah menegaskan ICW akan terus mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengeluarkan Perppu Pengadilan Tipikor.

"Keberadaan UU Pengadilan Tipikor sudah sangat mendesak untuk direalisasikan," katanya.

Terkait pernyataan KPK dengan rencana penghentian penuntutan perkara, kata dia, semakin jelas hubungannya, yakni, tidak disahkannya RUU Pengadilan Tipikor akan berakibat melemahnya KPK.

"Jadi, presiden jangan main-main dan harus siap-siap terbitkan perppu," katanya.

Pasalnya, kata dia, DPR RI sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk mengesahkan RUU tersebut.

"Akan tetapi, KPK juga tidak boleh patah arang duluan, KPK harus jalan terus dan tidak boleh berhenti meskipun RUU Pengadilan Tipikor belum selesai sampai September 2009. Karena deadline MK itu Desember 2009," katanya.

Kemungkinan terburuk, kata dia, kalaupun ada kasus yang sedang ditangani pengadilan tipikor saat itu, maka beralih ke pengadilan umum.

"Jadi tidak ada alasan bagi KPK untuk menghentikan penuntutan," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009