Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menginginkan pemerintah pusat dan pemda untuk lebih memperkuat sinergi dalam rangka penyediaan beras yang termasuk kebutuhan pokok bagi masyarakat Nusantara.
"Dalam mengantisipasi implementasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang semakin meluas, pemerintah pusat diharapkan memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah lewat Satgas Pangan pusat dan daerah dalam menyediakan izin yang dapat digunakan bagi para distributor pangan dan para pedagang-pedagang kecil ketika melakukan distribusi pangan lintas wilayah," kata Galuh Octania dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Selain itu, ujar dia, akses pelabuhan juga perlu dipastikan untuk tetap dibuka untuk pengiriman pangan lintas pulau.
Baca juga: Produksi stabil, FAO: RI bisa jadi pemasok pangan hasil laut dunia
Kemudian, lanjutnya, perlunya langkah-langkah proaktif dari pemda untuk memastikan keamanan para pekerja dengan menjalankan protokol pencegahan dan penanganan COVID-19 bagi mereka yang bertugas di lapangan.
Galuh menjelaskan, langkah berikutnya adalah perlunya menerapkan skala prioritas dalam proses pengiriman. Pengiriman logistik pangan oleh pengusaha-pengusaha ritel Indonesia diharapkan dapat mengutamakan produk/komoditas pangan pokok dibanding kebutuhan pangan lainnya seperti biskuit dan cemilan.
Ia mengingatkan bahwa pemberlakuan PSBB di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat (Bogor, Depok, Bekasi) dikhawatirkan dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman beras karena terbatasnya akses transportasi, misalnya saja adanya keengganan supir untuk beroperasi atau adanya larangan untuk memasuki wilayah tertentu.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Atau Beras merupakan upaya mengoptimalkan serapan Perum Bulog menghadapi dampak COVID-19.
Baca juga: Pengamat ingatkan wabah Corona bakal ganggu ketersediaan pangan
“Kebijakan HPP untuk gabah atau beras ini diterbitkan bertepatan dengan momentum jelang panen raya yang mundur ke April 2020 dan telah menyesuaikan kondisi harga saat ini. Melalui kebijakan HPP ini, diharapkan Perum Bulog akan lebih optimal dalam menyerap gabah dan beras dari petani untuk memperkuat stok pemerintah dan dapat menjamin ketahanan pangan,” ujarnya lewat keterangannya di Jakarta, Jumat (3/4).
Peraturan yang mulai berlaku 19 Maret 2020 itu bertujuan mengoptimalkan penyerapan gabah dan beras di tingkat petani.
Mendag Agus menyatakan, Permendag 24/2020 merevisi besaran HPP yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Adapun besaran HPP yang ditetapkan dalam Permendag 24/2020 yaitu untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.200/kg dan di tingkat penggilingan sebesar Rp4.250/kg, gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp5.250/kg dan di gudang Bulog sebesar Rp5.300/kg, serta beras di gudang Bulog Rp8.300/kg.
Mendag menekankan, pemerintah akan selalu menjaga kekuatan stok beras yang dikelola Perum Bulog untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan pasokan beras di pasar, terutama saat pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia saat ini dan sebagai antisipasi paceklik.
Hal ini merupakan instrumen pemerintah dalam melakukan intervensi pasar. Selain itu, pemerintah melalui Perum Bulog juga tetap menjaga stabilitas harga melalui kebijakan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga saat terjadi gejolak harga beras di pasar.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020