Saya bangga kepada Agung Nugraha dan Sulistyo atas pemaparan disertasi yang kritis dan berkorelasi dengan kehidupan saat ini, serta berhasil lulus menjadi Doktor Siber pertama di Indonesia dengan hasil memuaskanJakarta (ANTARA) - Agung Nugraha dan Sulistyo dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harus menempuh Sidang Ujian Doktor Terbuka dalam jaringan (daring) untuk menjaga jarak fisik (physical distancing) selama pandemik COVID-19.
Agung Nugraha yang berusia 49 tahun dan Sulistyo berusia 48 tahun dinyatakan lulus dengan nilai sangat memuaskan dalam Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran setelah diuji melalui video telekonferensi, Rabu, (15/4/2020).
"Saya bangga kepada Agung Nugraha dan Sulistyo atas pemaparan disertasi yang kritis dan berkorelasi dengan kehidupan saat ini, serta berhasil lulus menjadi Doktor Siber pertama di Indonesia dengan hasil memuaskan," kata Ketua Tim Promotor Sidang Ujian Doktor Terbuka Prof Dr Arry Bainus MA dalam pernyataan yang diterima di Jakarta.
Baca juga: Pakar sebut lima hal dalam perkuat keamanan Siber
Sebelumnya, Agung maupun Sulistyo sudah dinyatakan lulus dari Sidang Ujian Doktor Tertutup, pada 24 Januari 2020, di Ruang Sidang Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran, Gedung A Lantai 2.
Selanjutnya, Agung yang merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1993 ini berhasil mempertahankan disertasinya dalam Sidang Terbuka yang bertajuk “Penanggulangan Terorisme Siber pada Media Sosial di Indonesia.”
Menurut Agung, terorisme siber merupakan ancaman nyata bagi Indonesia. Teknologi digital, media sosial, dan media layanan pesan telah dimanfaatkan oleh kelompok teroris dalam melakukan aktivitas kejahatan, seperti propaganda, radikalisasi, rekrutmen anggota, perencanaan serangan, sarana interaksi dan komunikasi, serta pendanaan kelompok terorisme.
Pemerintah Indonesia, kata Agung, perlu segera merancang strategi penanggulangan ancaman siber ini, seperti membuat regulasi keamanan siber, memperkuat kerja sama, baik dengan aktor negara dan non-negara di bidang siber, serta membangun pemahaman sosialisasi tentang bahaya terorisme siber ke masyarakat.
Adapun Sulistyo merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1994. Ia berhasil mempertahankan disertasinya dengan tajuk “Diplomasi Siber Indonesia dalam Menghadapi Potensi Konflik Siber.”
Dalam paparannya, dia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret dengan membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna mencegah dan mengantisipasi munculnya potensi konflik siber.
Pemerintah Indonesia melalui BSSN juga melakukan diplomasi siber dengan berbagai aktor, baik aktor negara maupun non-negara.
Baca juga: Pakar: UU Siber bukan lagi "urgency", tapi "emergency"
Sulistyo menambahkan bahwa rekonstruksi politik hukum diplomasi siber perlu diperkuat agar bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia.
Peran BSSN sangat penting dalam pelaksanaan operasionalisasi kesepakatan-kesepakatan, guna menguatkan peran dan kerja sama di antara aktor negara maupun aktor non-negara untuk mengantisipasi dan mendeteksi ancaman siber sekaligus meningkatkan kemampuan mitigasi risiko serangan siber yang dapat memicu konflik siber.
Sidang ujian daring itu dipimpin oleh Dekan FISIP Universitas Padjadjaran Dr R. Widya Setiabudi Sumadinata MT MSi (Han) selaku Ketua Sidang, yang juga menjadi Anggota Promotor.
Bertindak sebagai Ketua Tim Promotor Prof Dr Arry Bainus, MA, Oponen Ahli Dr Wawan Budi Darmawan SIP dan sejumlah orang lainnya, serta selaku Representasi Guru Besar Prof Dr Nandang Alamsah Deliarnoor SH MHum.
Baca juga: Pakar: BSSN perlu mendorong pengesahan RUU Keamanan Siber jadi UU
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020