Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) Mohammad Agus Riza Hufaida mengatakan, rencana klub-klub Liga 1 memutus kontrak pemain tanpa kompensasi jika kompetisi dihentikan adalah menyalahi hukum.
"Memutuskan kontrak tanpa kompensasi tidak sesuai dengan Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Riza kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut undang-undang itu, setiap pemutusan kontrak termasuk karena alasan 'force majeure' karena pandemi virus corona (COVID-19), harus diiringi dengan pemberian pesangon.
Ayat 1 Pasal 164 UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan ‘Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)’.
Baca juga: Pemain Borneo FC tunggu kejelasan PSSI soal kompetisi
Riza melanjutkan, UU Ketenagakerjaan bisa digunakan karena hubungan pesepak bola dengan klub adalah hubungan ketenagakerjaan.
Hal itu diperkuat yurisprudensi pada 2019 ketika hakim memenangkan gugatan pemain Persegres Gresik United atas tertunggaknya gaji mereka di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Gresik, Jawa Timur.
"Yurisprudensi putusan PHI menyatakan bahwa hubungan pemain dan klub itu adalah hubungan ketenagakerjaan. Kami siap mengajukan upaya hukum kalau ada tindakan menurut kami melanggar kontrak," kata Riza.
Jumat pekan lalu, 14 perwakilan klub Liga 1 mengajukan rapat jarak jauh untuk membicarakan operasional klub selama pandemi virus corona
Baca juga: Kiper Bhayangkara FC latihan di hutan selama penangguhan kompetisi
Ada enam hasil keputusan rapat tersebut, salah satunya mengenai penghentian kontrak pemain tanpa kompensasi andai PSSI memutuskan menghentikan Liga 1 dan Liga 2 musim ini karena pandemi COVID-19.
Direktur Madura United Haruna Soemitro menyebutkan, jika kompetisi dihentikan karena COVID-19, maka itu termasuk kondisi kahar (force majeure). Kondisi tersebut diperkuat Keputusan Presiden Nomor 12/2020 tentang Penetapan Nonalam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.
"Tidak mungkin lagi dengan situasi kebencanaan kontrak itu berlaku. Di dalam terminologi kontrak awal, kan, pemain dikontrak untuk bermain di Liga Indonesia, bekerja untuk Liga Indonesia. Kalau diputuskan PSSI berhenti permanen, kan sudah pasti batal, begitu kan. Namun status gaji 25 persen sampai Juni kami bayar," kata Haruna.
Adapun enam kesepakatan 14 klub Liga 1, minus Tira Persikabo, Persipura, PS Sleman dan PSM, dalam rapat virtual Jumat pekan lalu itu adalah pertama, klub Liga 1 sepakat tetap akan membayar gaji pemain, pelatih, dan ofisial tim sesuai SK PSSI.
Baca juga: Omid Nazari harap liga bisa kembali dilanjutkan
Kedua, jika kompetisi berhenti atau dihentikan akibat COVID-19, maka status gaji bulan Juli 2020 hingga akhir masa kontrak adalah batal sehingga klub tak berkewajiban membayar kompensasi.
Tiga, merujuk poin kedua, maka status pemain klub untuk 2021 tetap sesuai dengan daftar kontrak pada 2020 atau tidak ada transfer antarklub Liga 1.
Keempat, nilai gaji maksimal sama dengan yang diterima pada 2020.
Kelima, apabila pemain, pelatih dan ofisial tidak sepakat dengan opsi ini, maka klub bisa memberikan surat keluar. Tetapi berdasarkan MoU klub Liga 1, tidak ada pembukaan bursa transfer kecuali pemain yang benar-benar baru (di Indonesia), atau bisa main di Liga 2 dan 3 atau sebaliknya.
Terakhir, klub juga mendukung, seandainya status bencana tuntas, melanjutkan lagi kompetisi pada September sampai dengan selesai, dengan perlakuan-perlakuan khusus termasuk gaji pemain.
Baca juga: Persita serahkan bantuan pasien corona
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2020