Jakarta (ANTARA) - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) merekomendasikan sebaiknya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak diselenggarakan pada 2021, bukan 9 Desember 2020.
Koordinator Nasional JPRR Alwan Ola Riantoby di Jakarta, Rabu, mengatakan pilihan opsi 9 Desember 2020 belum tegas karena pemerintah masih akan melihat perkembangan hingga akhir Mei 2020. Artinya, jika COVID-19 belum teratasi, pilkada akan digelar pada tahun 2021.
"Kesepakatan kemarin itu (hari pemilihan 9 Desember 2020) semacam kesepakatan ragu-ragu. Maka, kami meremokemdasikan sebaiknya pilkada dilanjutkan pada tahun 2021 dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah fokus menangani pada COVID-19," kata Alwan Ola Riantoby.
Baca juga: DPR setuju tunda pemungutan suara Pilkada menjadi 9 Desember 2020
Baca juga: Mendagri: Jangan dulu alihkan anggaran Pilkada 2020 untuk Corona
Alwan mengatakan bahwa saat ini wabah COVID-19 masih terus berkembang dan belum diketahui kapan berakhirnya, sementara penyelenggaraan Pilkada 2020, tentu melibatkan banyak pihak. Hal itu tentu menyebabkan persoalan jika dipaksakan digelar pada tahun 2020.
Menurut dia, jumlah data penduduk potensial pemilih pemilu atau DP4 dalam Pilkada 2020 sebanyak 105.39 juta pemilih.
Jika melihat data pada Pilkada 2015 terdapat 838 pasangan calon dengan jumlah TPS sebanyak 237.790 unit, sedangkan penyelenggara ad hoc PPK berjumlah 10.337, PPS 131.886, dan KPPS 1.664.530.
"Dalam kondisi pandemi seperti ini, sangat riskan karena Pilkada 2020 melibatkan banyak pihak," katanya.
Selain soal penundaan pilkada, JPRR juga mengingatkan di saat tren COVID-19 ini pihak yang memiliki kewenangan mesti memikirkan solusi tentang kekosangan kepemimpinan di daerah.
Jika menggunakan pejabat sementara, lanjut dia, kewenangannya tentu sangat terbatas.
Baca juga: Komnas HAM: Tunda pilkada bukan lagi soal teknis tapi kemanusiaan
"Hal lainnya, perlu adanya kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu, dan Pemerintah untuk membuat road map pilkada terbaik pada tahun 2020, apakah melanjutkan tahapan atau memulai tahapan baru dan kapan tahapan akan dimulai. Hal tersbut harus dijelaskan ke publik," ucapnya.
Berikutnya, aspek pendidikan pemilih, lanjut dia, juga menjadi penting untuk terus dibangun dalam upaya membangun partisipasi masyarakat pemilih di tengah wabah COVID-19.
"Kerja sama dengan civil society (lembaga pemantau) menjadi sangat dibutuhkan, relasi state (negara) dan civil siciety harus terus dibangun. Civil society yang aktif akan membangunkan solidaritas sosial yang kolektif," ujar Alwan.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020