Mereka bisa perpanjang di periode sekarang untuk antisipasi jika ada pergantian rezim pada 2025 mendatang
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Faisal Basri mengkritisi beberapa poin dalam Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) yang rentan merugikan negara.
Dalam diskusi virtual yang diikuti Antara dari Jakarta, Rabu, salah satu pasal yang dimaksud adalah Pasal 169B, di mana pemegang Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) diberi kelonggaran permohonan kontrak dari sebelumnya dua tahun (paling cepat) dan enam bulan (paling lambat) menjadi lima tahun (paling cepat) dan satu tahun (paling lambat).
Menurutnya, aturan tersebut bisa berpotensi memberi keleluasaan kepada enam perusahaan tambang pemegang KK yang menguasai hampir 70 persen produksi batu bara dalam negeri.
Baca juga: Menteri ESDM minta RUU Minerba memenuhi lima prinsip dasar
Dalam penjelasannya lebih lanjut, kontrak karya yang dimaksud dinilai mampu memberikan keuntungan bagi beberapa perusahaan yang salah satunya akan berakhir pada 2025.
"Mereka bisa perpanjang di periode sekarang untuk antisipasi jika ada pergantian rezim pada 2025 mendatang," kata Faisal Basri.
Dengan kesempatan tersebut, masih besarnya potensi minerba di Indonesia dinilai hanya akan menguntungkan kontraktor saja. Sementara, negara akan banyak mengalami kerugian karena adanya pasal "karet".
Ia menyarankan sebaiknya ada evaluasi atau perbaikan terhadap Revisi UU Minerba tersebut agar sumber daya alam tetap akan dikuasai sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Baca juga: DPD minta pembahasan RUU Minerba dihentikan
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020