Penolakan tersebut disampaikan ketika tim sosialisasi tenaga surya melakukan sosialisasi penerangan tenaga surya, di Kampung Naga, Selasa.
Alasan penolakan tersebut menurut Kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin didampingi para sesepuh kampung Naga lainnya, karena alat tersebut melanggar aturan leluhur.
Artinya warga adat kampung naga akan setia terhadap batasan atau amanat dan janji leluhurnya.
"Dengan segala hormat, kami menolak tawaran baik dari pemerintah tersebut dengan dasar pertimbangan dan pemikiran yang cukup matang," katanya.
Dijelaskannya pada dasarnya takut melanggar amanat leluhur yang pada akhirnya akan menghilangkan wibawa, aura budaya dan adat warga Kampung Naga yang telah bertahun-tahun dijaga dan dipertahankan.
Ade mengatakan , meskipun tawaran tersebut diterima hanya akan digunakan sebagai alat mengisi accu (aki).
"Untuk keperluan rumah tangga seperti televisi hitam putih, itupun alat pembangkit listriknya tidak boleh berada dalam kawasan permukiman warga adat Kampung Naga," katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bakorwil Jabar TB. Husni mengatakan, pihaknya hanya ingin berupaya memberikan solusi alternatif terbaik agar warga adat Kampung Naga keluar dari permasalahan penerangan akibat sulitnya mendapatkan minyak tanah sebagai bahan bakar penerangan.
Dikatakan Husni diterima atau tidaknya solusi alternatif tersebut diserahkan kepada keputusan warga. Yang jelas alat pembangkit listrik tenaga surya sangat membantu warga adat Kampung Naga sebagai solusi permasalahan penerangan.
"Berbeda dari listrik PLN, dengan menggunakan pembangkit ini, selain aman digunakan juga cahaya yang dihasilkan jauh lebih terang dibanding lampu listrik biasa dan dijamin lebih awet," katanya.
Sementara itu menurut tim teknis dari PT Genius International yang mendampingi pihak Bakorwil Jabar, Berli, alat tersebut akan bertahan hingga 25 tahun tanpa mengeluarkan biaya, karena hanya membutuhkan cahaya matahari selama 4 jam untuk penerangan selama penggunaan 12 jam per hari.
Alat tenaga surya itu dapat menghasilkan arus listrik hingga 160 watt kemudian disalurkan ke Accu kemudian ke lampu jenis Hidel yang dapat memancarkan cahaya sebanding dengan 5 lampu neon.
"Masyarakat hanya bertugas untuk mengecek air accu saja, tidak ada yang lain, cukup mudah kan," katanya.
Namun meski telah dijelaskan mengenai berbagai kemudahan dan keunggulan tenaga surya tetapi masyarakat Kampung Naga tetap memilih minyak tanah sebagai bahan bakar alat penerangan kampung.
"Karena minyak tanah bagi masyarakat sudah menjadi keperluan pokok," kata Ade.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
contoh di jepang...
budaya tetap di pegang teguh...