Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, Senin malam melakukan pembicaraan melalui telepon dengan sejawatnya dari Korea selatan, Presiden Lee Myung-Bak dan Perdana Menteri Jepang, Taro Aso, untuk mengkoordinasikan tanggapan terhadap uji coba nuklir Korea Utara, kata Gedung Putih.
AFP melaporkan bahwa Obama berbicara dengan Lee "untuk melakukan konsultasi dan koordinasi atas reaksi kami terhadap uji coba nuklir Korea Utara," kata Gedung Putih.
"Mereka sepakat untuk bekerja sama erat guna mengupayakan dan mendorong keras resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) melakukan tindakan nyata untuk membatasi aktivitas nuklir dan rudal Korea Utara."
Dalam pembicaraannya dengan Aso, Obama menandaskan kembali bahwa negaranya "berkomitmen tanpa ragu untuk mempertahankan Jepang dan memelihara perdamaian dan keamanan di Asia Timur Laut."
Kepala juru bicara pemerintah, Takeo Kawamura, mengatakan kedua negara "sepakat untuk menjadikan masyarakat internasional mengeluarkan satu resolusi keras di Dewan Keamanan."
Kawamura tidak mengatakan apakah para pemimpin itu akan mengupayakan sanksi baru.
Dewan Keamanan PBB secara serempak mengecam Korea Utara Senin, beberapa jam setelah Pyongyang melakukan uji coba bom nuklirnya. Sementara itu negara-negara besar menentang Pyongyang karena dianggap melanggar resolusi badan dunia itu.
Beberapa diplomat Barat sepakat untuk mengadakan sidang darurat DK, mengisyaratkan bahwa mereka akan mengupayakan sanksi terbaru terhadap Pyongyang, berdasarkan resolusi baru itu.
Duta besar AS untuk PBB, Susan Rice, mengatakan "AS akan mengajukan resolusi keras dengan tindakan-tindakan yang keras pula." Resolusi menyatakan bahwa uji coba nuklir tersebut adalah pelanggaran berat hukum internasional, dan merupakan ancaman bagi keamanan dan perdamaian regional dan internasional.
Namun Rice berhenti sejenak saat menyebut kemungkinan dikeluarkannya sanksi itu.
Uji coba Korea Utara, yang ledakan di bawah tanahnya jauh lebih besar dari uji coba nuklirnya yang pertama pada 2006, menimbulkan kemarahan pemimpin internasional. Dalam hal ini, Obama lebih dulu memperingatkan betapa sangat berbahayanya perkembangan itu.
Sementara itu, Kementerian luar negeri Korea Selatan mengumumkan, bahwa pihaknya akan menjadi anggota penuh suatu prakarsa yang dipimpin AS untuk mengendalikan perdagangan senjata pemusnah massal.
Korea Utara sebelumnya mengatakan, partisipasi Seoul dalam Prakarsa Proliferasi Keamanan (PSI) itu akan dipandang sebagai satu deklarasi perang. Sebelumnya, Korea Selatan hanya bertindak sebagai pengamat pada upaya ini, karena khawatir menyakiti hati negara komunis garis keras, tetangganya itu.
Korea Selatan memutuskan, pada prinsipnya Seoul akan menjadi anggota penuh prakarsa itu setelah Korea Utara melakukan peluncuran roketnya pada 5 April. Namun pengumuman resmi mengenai itu ditunda, karena berusaha melanjutkan dialog.
Para pejabat pemerintah dikutip oleh kantor berita Yonhap mengatakan, tidak ada alasan untuk menunggu sampai lama setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklirnya.
Prakarsa tersebut, yang termasuk latihan militer, diluncurkan oleh mantan presiden AS George W. Bush pada 2003, dan sekarang telah melibatkan lebih dari 90 negara.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009