Kendari (ANTARA News) - Warga petani di Desa Wonua Kongga, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sultra, menolak kehadiran investor nikel yang menggarap lahan mereka tanpa ganti rugi.
Juru bicara warga, Jidin di Kendari, Senin, mengatakan, lahan yang kini masuk dalam kekuasaan investor nikel sudah diolah oleh warga sejak 1931.
"Tidak benar kalau pemerintah mengklaim bahwa lahan tersebut tanah bebas milik negara. Kami olah sebelum tahun kemerdekaan," kata Jidin dengan bahasa Indonesia terbata-bata.
Menurut dia, jika pihak investor tetap memaksakan diri, maka sama dengan melakukan pencurian, sehingga wajar kalau diperlakukan `di luar aturan` oleh ratusan warga pemilik lahan, sebagai ungkapan kekecewaan mereka.
Aspirasi penolakan warga Desa Wonua sekitar 100 kilometer selatan Kota Kendari menentang kegiatan eksploitasi PT Integra Mining Nusantara itu sebelumnya juga telah disampaikan di DPRD Sultra.
Ketua harian Garda Pemuda, Laode Muh Mushawir mengatakan kehadiran investor diharapkan membawa peluang kesejahteraan bagi rakyat, bukan sebaliknya.
Lahan yang telah diolah masyarakat dengan beraneka ragam tanaman berupa kopi, mangga, nangka dan lain-lain dikuasai begitu saja tanpa ganti rugi. Ini sama dengan menindas rakyat kecil, kata Mushawir.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat menyikapi dengan serius dengan meninjau lokasi kegiatan penambangan nikel di atas lahan produksi milik warga oleh PT Integra Mining Nusantara.
Garda Pemuda yang mendampingi warga meminta pemerintah meninjau kembali izin kuasa pertambangan (KP) milik PT Integra Mining Nusantara atau membekukan sementara sebelum ada solusi ganti kerugian tanah milik warga setempat.
Anggota DPRD Sultra, Frans Delu mengatakan tim dari DPRD yang meninjau kegiatan lapangan PT Integra Mining Nusantara sedang merampungkan laporan.
"DPRD sebagai lembaga aspirasi rakyat senantiasa memperhatikan keluhan rakyat. DPRD tidak diskriminasi tetapi akan memfasilitasi setiap permasalahan untuk mencapai solusi, kata Frans, politisi PDI-P.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
apa tanah tersebut bersertifikat ..?
apa sebelum perusahaan tersebut masuk mengelola SDA di daerah itu (lahan yg dimaksud) yg mengaku petani tersebut pernah membayar pajak ?
ada berapa orang petani yg merasa dirugikan ?
Di negeri ini kedaulatan ditangan rakyat...bukan ditangan pemodal....
Mohon DPR/DPRD dan Pemerintah untuk memperhatikan hal ini........meskipun tidak ada bukti tertulis...bagaimanapun masyarakat sekitar lebih berhak daripada pemodal.......
Rakyat seharusnya mendapatkan bagiannya...Jangan dirampas begitu saja....