Jakarta (ANTARA News) - Penyidikan kasus dugaan kredit macet Bank Bukopin dalam pembangunan alat pengering gabah (drying center) yang merugikan keuangan negara Rp76,3 miliar, tersendat karena belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah, di Jakarta, Senin, menyatakan, sampai sekarang penyidik kejaksaan belum menerima hasil audit BPK soal kasus kredit Bank Bukopin.

"Sampai sekarang belum diterima," katanya.

Seperti diketahui, kasus kredit macet Bank Bukopin itu mengendap lama di Kejaksaan karena belum adanya hasil audit dari BPK.

Padahal pada Agustus 2008, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi atas pemberian fasilitas kredit oleh Bank Bukopin kepada PT Agung Pratama Lestari (APL) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp76,3 miliar.

Sebelas tersangka itu, dari Bank Bukopin sebanyak 10 orang, yakni ZK dan kawan-kawan, dan satu orang Kuasa Direktur PT APL, GN.

Bahkan dua pejabat Bank Bukopin dan Direktur PT Agung Pratama Lestari (APL), dicekal Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi atas pemberian fasilitas kredit oleh Bank Bukopin kepada PT Agung Pratama Lestari (APL) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp76,3 miliar.

Kedua pejabat tersebut, yakni, Sulistyo Hadi dan Zulfikar, sedangkan dari pihak rekanan Bank Bukopin, Direktur PT APL, Gumawan Eng.

Ketika ditanya apakah dengan belum diterimanya hasil audit BPK itu, maka kasus itu belum bisa ditindaklanjuti lebih jauh, Arminsyah menjawab pihaknya menunggu terlebih dahulu hasil audit BPK.

"Kita tunggu dulu hasil audit BPK," katanya.

Kasus di Bukopin bermula pada 2004, saat Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT APL sebesar Rp62,8 miliar.

Pemberian kredit itu dalam rangka pembiayaan pembangunan alat pengering gabah (drying center) di Divre Bulog Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, NTB, dan Sulsel sebanyak 45 unit.

Namun, fasilitas kredit yang diterima tersangka GN (PT APL) ternyata dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.

Tidak sesuai peruntukannya itu, yakni, mesin yang harus dibeli adalah merk Global Gea (buatan Taiwan), namun dalam kenyataannya mesin yang dibeli merk Sincui, kemudian ditempeli merk Global Gea. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009