Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengharapkan pemerintah secara bertahap dapat mengurangi utang luar negeri yang jumlahnya kini mencapai Rp1.667 triliun dan sebagian dipakai untuk menutupi utang lama.

"Ke depannya pemerintah diharapkan dapat mengurangi utang tersebut dengan melakukan efisiensi serta dikelola secara produktif," kata Faisal Basri di Jakarta, Senin.

Diakuinya bahwa semua negara di dunia mempunyai utang luar negeri, namun tergantung dari negara bersangkutan apakah dapat mengelolanya secara terbuka dan efisien atau tidak.

"Jangankan negara berkembang seperti Indonesia, Amerika Serikat yang merupakan negara maju mempunyai utang luar negeri. Tapi di negara tersebut penerapan efisiensi sudah lebih bagus," katanya.

Menurut dosen Univeritas Indonesia itu, pemerintah selama ini masih meminjam dari luar negeri yang sebagian untuk membayar utang terdahulu.

"Kita tak pungkiri pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminjam uang luar negeri sebagian digunakan untuk menutupi utang lama," katanya.

Alasan masih tergantung dengan pinjaman luar negeri, kata Faisal Basri karena sumber daya alam yang dimiliki belum sepenuhnya bisa dikelola.

Untuk mengelola sumber daya tersebut diperlukan teknologi yang biayanya cukup besar, sedangkan dana dari APBN untuk mengelola dan membangun infrastruktur belum sepenuhnya mencukupi.

"Oleh karena itu jalan satu-satunya untuk dapat mewujudkan adalah dengan memanfaatkan dana yang ditawarkan oleh negara lain," ucapnya.

Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan penurunan, namun posisi utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan dari Rp1.294,8 triliun pada 2004 meningkat Rp1.667 triliun pada 2009. "Tetapi utang tersebut lebih banyak digunakan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009