Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum tata negara, Irmanputra Sidin menilai koalisi permanen yang disuarakan sejumlah partai politik (parpol) adalah tidak proporsional dalam sistem demokrasi.

"Koalisi permanen itu `haram` dilakukan karena menciderai sistem demokrasi," kata Irman, dalam Diskusi Penguatan Sistem Presidensial yang diadakan Charta Politika, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, koalisi itu sepatutnya berdasarkan kontrak politik, sehingga kalau presiden dalam perjalanan pemerintahannya meleceng dari kontrak politik itu, maka koalisi perlu ditata ulang.

Irmanputra mencontohkan, sikap Partai Keadilan Sejahtra (PKS) yang berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam pemerintahan pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, suda, sesuai dengan sistem demokrasi.

"Sikap tegas PKS terhadap sejumlah kebijakan Presiden SBY itu sudah benar, karena koalisi juga harus kritis sebagai kontrol bagi pemerintah," kata Irmanputra.

Di sisi lain, pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia Esa Unggul Jakarta itu berpendapat, koalisi politik sebaiknya tidak terlalu besar agar efektif dalam pengawasan terhadap kinerja pemerintah.

"Jika koalisi terlalu besar, katakanlah hingga 70 persen penguasaan parlemen, dan oposisi terlalu sedikit maka pada gilirannya kontrol terhadap pemerintah akan sangat lemah," katanya.

Ia menilai koalisi dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini tergolong ideal karena pendukung pemerintah dan oposisi di parlemen cukup berimbang.

Irmanputra menyarankan agar koalisi untuk pemerintahan mendatang sebaiknya tetap seimbang dimana oposisi tetapi dijalankan secara konsisten. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009