Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia memastikan adanya peningkatan (stance) pelonggaran atas kebijakan moneter kedepannya dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional maupun global terkini.

"Stance kebijakan BI saat ini adalah longgar," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Selasa.

Perry mengatakan sikap tersebut sudah dilakukan bank sentral dengan mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur periode 13-14 April 2020.

Baca juga: Gubernur BI sebut transaksi elektronik meningkat pada Februari 2020

Menurut dia, kebijakan itu dirumuskan dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi.

Meski demikian, Bank Indonesia tetap melihat adanya ruang penurunan suku bunga dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selama ini, bank sentral sudah melakukan pelonggaran kebijakan tersebut melalui instrumen kuantitas atau quantitative easing melalui injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hingga Rp300 triliun.

Injeksi itu antara lain berasal dari pembelian SBN dari pasar sekunder Rp166 triliun dan penyediaan likuiditas kepada perbankan Rp56 triliun melalui mekanisme term-repo dengan underlying SBN yang dimiliki perbankan.

Selain itu, dari kebijakan penurunan GWM rupiah pada 2019 dan 2020 yang telah menambah likuiditas Rp75 triliun serta penurunan GWM valas untuk menambah likuiditas 3,2 miliar dolar AS.

Baca juga: BI turunkan GWM rupiah untuk tambah likuiditas Rp102 triliun

Untuk menambah likuiditas, otoritas moneter juga kembali menurunkan GWM rupiah untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah atau unit usaha syariah mulai 1 Mei 2020.

Penurunan GWM rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin untuk bank umum konvensional dan 50 basis poin untuk bank umum syariah atau unit usaha syariah ini akan menambah likuiditas Rp102 triliun.

Bank Indonesia juga tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) selama setahun untuk menambah likuiditas sebesar Rp15,8 triliun.

"Sehingga dari penurunan GWM dan RIM ini akan menambah injeksi likuiditas kurang lebih Rp117,8 triliun, untuk mendukung injeksi yang sudah diberikan sebelumnya Rp300 triliun," kata Perry.

Perry memastikan sejumlah kebijakan moneter ini akan bersinergi dengan stimulus fiskal dari pemerintah dan relaksasi kredit dari OJK agar kondisi ekonomi dapat bertahan dari pandemi COVID-19.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020