Dalam menghadapi wabah seperti ini, ujung tombak kesehatan masyarakat ada pada aspek pencegahan. Siapa yang mencegah dan masyarakat sebagai garda terdepan
Ternate (ANTARA) - Guru Besar Epidemologi Universitas Hasanuddin Prof DR Ridwan Amiruddin memprediksi model pandemi COVID-19 di Maluku Utara (Malut) dengan indikator jumlah populasi sejuta orang, maka puncak pandemi terjadi tanggal 17 Juni dengan 574 kasus.
"Sesuai hitungan severity parameter, maka hospital market share sebesar 15 persen, dengan jumlah pasien positif 2, waktu dobel time 4 hari, artinya setiap 4 hari akan ada pertambahan kasus baru dengan kelipatan dua kali, maka diprediksi Malut pada tanggal 17 Juni 2020 dengan 574 kasus penderita COVID-19," kata Prof DR Ridwan Amiruddin saat menggelar dialog bersama tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Malut melalui zoom metting, Selasa.
Oleh karena itu, kata Amiruddin, Malut butuh ICU sebanyak 220 dan ventilator sebanyak 162 buah, selain itu wajib hukumnya APD bagi seluruh petugas di RS dan PKM.
Baca juga: Warga luar NTT diminta tidak pulang cegah penyebaran COVID-19
Sebagai persiapan awal menuju puncak pandemi maka Prof Ridwan menyarankan agar RS menyiapkan 83 - 100 bed, ICU sebanyak 24 dan 16 ventilator untuk kasus baru.
Sebab, kalau menggunakan model analisa CHIME (Covid19 Hospital Impact Model For Epidemics) yang dikembangkan oleh Penn Medicine University Of Pennsylvania AS, Prof Ridwan memetakan posisi pandemi virus corona di Malut dan perkirakan kapan puncak pandemi akan terjadi serta beberapa rekomendasi untuk kesiapan medis maupun partisipasi masyarakat.
Baca juga: Gugus tugas tingkatkan kapasitas PCR jelang puncak penyebaran COVID19
Ridwan menyebut secara umum, kasus di Maluku Utara baru pada tahap awal eksponensial.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) ini, proyeksikan telah terjadi infeksi di masyarakat sekitar 634 kasus.
Baca juga: Penyebaran COVID-19 di Makassar melalui trasmisi lokal
Hal ini didasarkan pada jumlah pasien yang telah positif dan dirawat sebanyak 2 orang, angka penggunaan RS sebanyak 2 persen dengan populasi 1 juta orang, dengan waktu penggandaan kasus 4 hari maka diperoleh waktu reproduksi sebesar 3,65 dan angka pertumbuhan kasus sebesar 18, 92 persen.
Selain itu, masalahnya adalah jumlah kasus yang dihitung ini belum seluruhnya terdeteksi karena kita masih dalam proses menunggu laporan kasus, bukan secara aktif dan masif melakukan tracking, rapid test ataupun PCR dengan sasaran populasi rentan, jumlah terinfeksi maupun kelompok yang sembuh.
"Jika mitigasi berupa pengetatan kontak sosial (hindari kerumunan, jaga jarak, stay at home dll) bisa didorong hingga mencapai 30 persen maka akan memperlebar waktu kasus berlipat dari 3, 65 hari menjadi 6,6 hari, dengan demikian pertumbuhan kasus menjadi 11 persen," katanya.
Menurut Prof Ridwan, puncak pandemi Malut masih bisa dihindari karena Malut baru berada di fase awal, caranya adalah dengan meningkatkan cakupan mitigasi berupa social dan physical distancing, stay at home dan cuci tangan di atas 30 persen dari populasi untuk melandaikan curva pandemik.
Selain itu, menghentikan penularan kasus baru dengan memberi perlindungan pada kelompok rentan (bayi, anak-anak dan manula), mempercepat penyembuhan, melaksanakan intervensi skala menengah, karantina pulau, serta screening masif untuk memutus rantai penularan.
Hal terakhir yang disarankan adalah interversi public health dengan memprioritaskan aspek promotif dan preventif dengan pendekatan komunikasi beresiko yang baik dan mencegah terjadinya konflik horisontal di masyarakat dan kasus penolakan pemakaman jenazah pasien covid adalah salah satu contoh komunikasi yang tak sampai ke masyarakat bawah.
"Dalam menghadapi wabah seperti ini, ujung tombak kesehatan masyarakat ada pada aspek pencegahan. Siapa yang mencegah dan masyarakat sebagai garda terdepan," tegas Prof Ridwan.
Sehingga, kolaborasi kerjasama yang melibatkan masyarakat, organisasi profesi, LSM dan potensi lainnya wajib dilakukan jika ingin Malut bebas dari ancaman corona.
Sementara itu, Sekprov Malut Samsuddin A. Kadir mengakui presentase model pandemi seperti ini sangat membantu pemda dalam memetakan kebijakan dan langkah penanganan wabah di Malut.
"Pemda kini punya dasar untuk menyiapkan fasilitas RS, menghitung kebutuhan tenaga kesehatan serta mengoptimalkan koordinasi dan pembagian tugas dengan kabupaten kota dan apresiasi ke Persakmi dan Rorano yang sudah meminta Prof Ridwan membuat permodelan seperti ini, selama ini kita banyak mendengar permodelan secara nasional," kata Samsuddin.
Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020