Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Fachri Ali menilai beberapa langkah politik yang diambil oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat memutuskan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mendukung pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono membuat masyarakat melihat partai kader tersebut dengan sinis.

"Sebenarnya sejak PKS memutuskan berkoalisi dengan Partai Demokrat untuk mendukung pasangan SBY-Boediono sudha ada sinisme di masyarakat," kata Fachri Ali saat dihubungi melalui telepon di Jakarta, Minggu.

Menurut Fachri sebagai partai kader, PKS menjadi kehilangan identitasnya ketika akhirnya bisa menerima pilihan cawapres Boediono. Padahal sebelumnya dengan keras PKS telah menentang habis-habisan. Menurut Fachri seharusnya PKS mengambil langkah untuk tidak berkoalisi dengan parpol manapun.

"Kalau PKS mau idealis yakni dengan tidak berkoalisi dengan siapapun maka ini akan menjadi investasi yang besar untuk pemilu 2014 nanti," kata Fachri.

Sementara menyangkut kabar adanya kesepakatan antara Ketua Dewan Syuro PKS Hilmi Aminuddin dan Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono menyangkut beberapa pos kementerian yang disepakati. Fachri Ali dengan hati-hati mengatakan hal itu sebenarnya hal yang biasa saja dalam sebuah koalisi.

"Informasi ini harus diklarifikasi betul apakah benar seperti itu, karena beberapa pos kementerian itu sebenarnya menurut konvensi menjadi jatah dari para profesional," kata Fachri.

Lebih lanjut Fachri menjelaskan beberapa pos kementerian yang biasanya menjadi jatah profesional antara lain Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Keuangan, Menneg BUMN dan juga Menteri Pekerjaan Umum.

Dari isu yang beredar, PKS mendapat jatah empat menteri yakni Tifatul Sembiring (Presiden PKS) sebagai Menkominfo, Suswono (FPKS DPR) sebagai Mentan, dan Suharna Surapranata (Ketua MPP PKS) sebagai Menristek, sebagai kompensasi kesediaan PKS menerima pencalonan Boediono.

"Ini informasi harus dipastikan betul. Kalau memang benar PKS sudah menjadi pragmatis seperti parpol lainnya," kata Fachri.

Sebelumnya Partai Demokrat mengakui bahwa telah ada kontrak khusus yang dibuat antara SBY dan PKS. Namun kontrak khusus tersebut tidak dijelaskan apakah dalam bentuk pembagian jatah menteri seperti yang beredar saat ini. (*)

Pewarta:
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2009