Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi Centre for Srategic dan International Studies (CSIS), Pande Radja Silalahi, mengatakan, DPR telah ikut serta menciptakan hutang luar negeri saat menyetujui APBN yang diusulkan pemerintah.
"Oleh karena itu, DPR harus lebih aktif dalam pengawasan terhadap penggunaan hutang luar negeri dalam membiayai pembangunan," kata Silalahi, di Jakarta Sabtu.
Persoalan utang luar negeri akhir-akhir ini sering jadikan obyek untuk dipolitisir dan dianggap pengelolaannya tidak transparan.
Padahal, lanjut Silalahi, selama ini pengelolaan utang luar negeri telah transparan karena sebelum pemerintah menggunakannya, DPR telah memeriksa rencana penggunaan pinjaman tersebut.
Agar tidak ada kecurigaan, DPR dapat mengawasinya melalui pos-pos yang menggunakan pembiayaan hutang dalam dan luar negeri tersebut.
"Masalah utang luar negeri kini telah menjadi obyek 'pengibulan' para politisi," ujar lalau mengatakan utang luar negeri tidak dapat dihindari oleh pemerintah.
"Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan kekuatan sendiri tanpa ada pembiayaan dari luar, karena finansialnya belum memadai," katanya.
Kendati pemerintah tidak dapat terhindar dari utang, secara bertahap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mampu mengurangi ketergantungannya terhadap hutang luar negeri.
"Bahkan penurunannya sampai saat ini kisaran 35-36 persen, padahal awal SBY menjabat Presiden hutang luar negeri mencapai kisaran 53 persen," katanya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Udah tau sistem ini nggga bener kok masih di usung.
kapan kita akan belajar dari sejarah.
Untuk mengurangi beban negara, DPR mestinya tidak perlu diberikan uang rapat, karena gajinya sudah ada. Sedangkan uang untuk menyerap aspirasi rakyat, supaya diganti secara rembursment. Jangan secara lumsum, yang kegiatannya belum tentu dilaksanakan.