Magetan (ANTARA News) - Tanggal 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), dan tahun ini adalah Harkitnas ke-101.
Pada peringatan Harkitnas 2009 ditandai dengan jatuhnya pesawat Hercules C-130 bernomor A-1325 milik TNI AU di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Rabu pukul 06:25 WIB.
Pesawat berpenumpang 109 orang termasuk awak pesawat itu jatuh di persawahan, setelah sebelumnya meledak dan menabrak sejumlah rumah penduduk setempat.
Hingga Rabu (20/5) pukul 20:00 WIB tercatat 96 korban tewas, dan seluruhnya telah teridentifikasi.
"Korban sudah berhasil diidentifikasi semuanya, tapi satu orang masih belum diangkat dari lokasi kejadian," kata anggota tim medis Rumah Sakit TNI AU Lanud Iswahyudi, Dasar Pramono.
Ia menyebutkan korban tewas yang teridentifikasi sebanyak 96 orang terdiri atas 94 penumpang dan dua warga setempat yang rumahnya tertimpa pesawat.
"Jadi, korban tewas berjumlah 96 orang, sedangkan korban selamat 15 orang," katanya.
Wartawan ANTARA di Rumas Sakit TNI AU Lanud Iswahyudi, Magetan melaporkan identifikasi korban agak sulit karena banyak jenazah korban dalam keadaan rusak akibat terbakar, sehingga sulit dikenali.
Selain itu, juga tidak ditemukan kartu identitas sehingga menyulitkan petugas untuk mengidentifikasi korban. Petugas hanya mengandalkan pakaian atau asesoris yang dipakai korban tewas sebagai acuan untuk mengidentifikasi.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD dr Soedono, Madiun dr Dodo Anondo MPH mengatakan dari 15 korban yang selamat, 11 orang di antaranya dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedono, Madiun. Sedangkan empat lainnya dirawat di RS TNI AU Lanud Iswahyudi.
"Ada lima korban, di antaranya mengalami luka di bagian kepala dan gegar otak, bahkan ada yang perlu menjalani CT-Scan," katanya.
Ke-11 korban yang dirawat di RSUD dr Soedono, Madiun adalah Mayor Lekahena (41) co-pilot dirawat di ruang ICU, Ny Mia (30) dioperasi di ruang ROD, Umi Kusuma (25) dioperasi di ruang IPI (instalasi perawatan intensif), Mr X (40) dirawat di ruang ICU, Jeri (3) dioperasi di ruang IPI, Prada Purwanto (24) asal Sewon Bantul, Yogyakarta dirawat di ruang ROD.
Selain itu, Angga (balita) dirawat di ICU, Warsito (35) asal Sukoharjo, Jateng yang dirawat di ruang ROD, Sulasmin (30) penduduk yang rumahnya tertimpa pesawat dirawat di ruang ROD, Serka Susanto (33) asal Ngawi, Jatim dirawat di ruang ROD, serta Mayor Dedi Fahrudin.
"Empat korban selamat lainnya yang dirawat di RS TNI AU Lanud Iswahyudi yakni Serka Agus Juwarsa, Serka M Saputra, Serma Rudi, dan Anggun (2)," katanya.
Angga yang mengalami gegar otak terlihat siuman dan menangis sekitar pukul 15.00 WIB, Rabu.
"Kasihan anak itu, ibunya tewas dan dua kakaknya juga tewas. Sedangkan ayahnya tugas di luar Jawa," kata salah seorang perawat di rumah sakit itu.
Masih diselidiki
Hingga Rabu malam penyebab jatuhnya pesawat Hercules itu belum diketahui. "Penyebabnya belum diketahui, karena masih diselidiki TNI AU," kata Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Suwarno SIP MSc setelah menengok 11 korban selamat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedono, Madiun.
Ia mengatakan rute penerbangan yang sudah rutin itu dari Halim Perdanakusumah (Jakarta), Lanud Iswahyudi (Magetan), Lanud Hasanuddin (Makassar), dan berakhir di Lanud Biak (Papua).
"Penerbangan rutin itu dilakukan untuk patroli dan cek udara dengan mengikutsertakan sejumlah anggota TNI AU, keluarga warga sipil yang kembali ke lokasi temnpat tugas yakni Malang, Madiun, Makassar dan Biak," katanya.
Namun, kata dia, pesawat Hercules yang jatuh di persawahan di Magetan itu tidak sedang dalam posisi untuk melakukan pendaratan.
Sementara itu, Wakil Presiden M Jusuf Kalla di Jakarta mengatakan jatuhnya pesawat angkut jenis Hercules C130 milik TNI AU ini terjadi akibat tidak adanya anggaran yang cukup untuk pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) di Indonesia.
"Itu akibat tidak diberikan porsi yang cukup untuk alutsista kita. Alutsista yang dimiliki TNI-AU sebagaian besar sudah tua usianya, dan dibeli ketika zaman (alm) Jenderal M Jusuf. Karena itu ke depan anggaran alutsista harus segera dipenuhi," katanya.
Apalagi, kata wapres, untuk pesawat angkut jenis Hercules tidak hanya digunakan untuk perang, tetapi juga untuk tugas-tugas kemanusian pada masa damai.
Senada dengan itu, anggota Komisi I (bidang pertahanan dan luar negeri) DPR RI Yuddy Chrisnandi mengatakan jatuhnya pesawat Hercules TNI AU di Desa Geplak, Magetan tersebut merupakan konsekuensi penggunaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang sudah tua.
"Kita prihatin. Jatuhnya pesawat Hercules adalah musibah yang apabila dirunut sebagai konsekuensi penggunaan alutsista udara yang sudah berumur tua, serta ketidakcukupan biaya perawatan." katanya.
Tiga hal yang menjadi faktor penyebab jatuhnya Hercules C-103 karena umur alutsista tua, minimnya anggaran perawatan dan adanya kemungkinan suku cadang pesawat yang dikanibal.
Menurut dia, minimnya anggaran pertahanan menyebabkan TNI tidak bisa memiliki peralatan perang, termasuk pesawat angkut baru, apalagi modern, sehingga dapat meminimalisir risiko terjadi kecelakaan.
"Bahkan TNI juga tidak memiliki anggaran perawatan alutsista yang memadai untuk menjaga kontinuitas keamanan pengoperasian alat-alat pertahanannya," katanya.
Ia mengatakan anggaran pemerintah kepada TNI ke depan seharusnya memproyeksikan anggaran pertahanan sekurangnya 75 persen dari kebutuhan minimalnya untuk mengurangi risiko penggunaan alutsista dan meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI.
Dia mengatakan sebenarnya anggaran pertahanan yang diperlukan untuk pertahanan sebesar Rp174 triliun.
Sementara itu, minimum "esential requirement budget" yang pernah diajukan sebesar Rp76 triliun.
Tapi, ia mengatakan negara tidak memiliki anggaran bidang pertahanan sebesar itu, dan hanya mampu menganggarkan Rp35 triliun. "Jumlah itu sangat minim," katanya.
"Anggaran TNI yang sampai sekarang baru dapat dipenuhi negara sekitar 45 persen dari kebutuhan minimal adalah cermin ketidakberpihakan politik, karena pemerintah harus pro pertahanan, demi mencegah terulangnya kecelakaan seperti itu," katanya.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009