Puisi tersebut adalah salah satu dari sejumlah puisi bernuansa kritik sosial dan politik yang dipajang dalam Pameran Gasing "Komidi Putar" di Bentara Budaya Jakarta yang berlangsung selama 10 hari, mulai Rabu (20/5).
Wardah Alfia, panitia pameran itu kepada ANTARA News di ruang pameran, Rabu, menjelaskan, sebanyak 25 seniman senirupa mengambil bagian dalam Pameran Gasing Komidi Putar tersebut.
Para seniman itu, antara lain, Erica, Laksmi Sitharesmi, Melodia, Felix S, Wanto, Bambang Herras, Koniherawati, Ali Umar, Adi Gunawan, Nasirun, Putu Sutawijaya, Yuswantoro Ado, Widi Winarno, dan Hermanu.
Pameran ini selain memajang duplikat gasing-gasing dari berbagai daerah seperti Jawa, Sunda, Batak, Bali, Maluku, Toraja, dan Kalimantan, juga memamerkan gasing-gasing senirupa, plus puisi yang mengekspos masalah sosial politik yang hangat saat ini, yaitu pemilihan umum.
Sindhunata dalam tulisannya berjudul "Hidup Seperti Gasing", mengibaratkan kehidupan demokrasi di Indonesia seperti permainan gasing.
"Gasing adalah mainan dan permainan. Demokrasi gasing itu hanyalah demokrasi judi atau permainan. Yang berkuasa dan bermodal, dialah yang akan menang. Dia tidak kelihatan, tapi sesungguhnya dialah aktor yang memutar demokrasi, tak ubahnya pemain gasing," tulisnya,
Sebuah seni rupa gasing berjudul "Politik Dagang Politik", karya Purwanto, menggambarkan rakyat dibikin bingung oleh pemilu 2009.
Rakyat digambarkan seperti dunia gasing, yang berputar bikin pusing. Di atas kepala mereka beredar gambar-gambar partai yang tak karuan banyaknya. Ada gambar beringin, bintang, garuda, padi, ada juga gambar tokek, bingung mau pilih partai yang mana.
Sementara itu, Adi Gunawan menciptakan sepasang gasing berkepala domba, berjudul "Adu Domba".
Ia menggambarkan sejoli gasing ini tidak bersalah, tapi mereka menjadi korban dari politik adu domba.
"Seperti salah satu gasing yang harus kalah dalam aduan gasing, demikian pula nasib mereka dalam politik adu domba," tuturnya.
Pameran gasing dan yoyo di Bentara Budaya Jakarta ini merupakan pertama setelah sebelumnya diselenggarakan di Bentara Budaya Jogyakarta pada 20 Maret 2009.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009