Jakarta (ANTARA News) - Kelompok masyarakat peduli lingkungan dari Jakarta Green Monster (JGM) menilai, Pemerintah Kota Jakarta Utara tidak tegas dalam menertibkan permukiman liar di bantaran Kali Angke.

"Pemerintah tidak tegas. Kalau saja pemerintah tegas, maka tidak mungkin ada permukiman liar yang terus tumbuh di bantaran Kali Angke," kata Sekretaris Jakarta Green Monster, Hendra Aguan, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pada tahun 2005 lalu permukiman liar ini sudah digusur oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Mereka kemudian ditawari rumah layak huni yang dikelola Yayasan Budha Tzu Chi.

Yayasan ini membangun perumahan di dua lokasi yakni di Muara Angke dan Cengkareng. Lokasi ini disiapkan untuk merelokasi warga dari bantaran Kali Angke.

Namun karena Pemerintah Kota Jakarta Utara tidak tegas, maka satu persatu-satu warga mulai kembali membangun permukiman liar di kawasan ini.

"Kalau pemerintah tegas, tidak mungkin ada warga yang berani membangun permukiman liar di bantaran Kali Angke. Semula hanya satu dua sekarang jumlahnya sudah ratusan," katanya.

Salah seorang warga Kali Angke, Rizal mengatakan, tidak siap untuk menempati rumah yang disediakan oleh Yayasan Budha Tzu Chi, walau lokasinya tidak jauh dari Kali Angke.

Menurut dia, ada kewajiban bulanan yang harus dibayarkan kepada yayasan dan dirinya tidak memiliki penghasilan tetap untuk membayar biaya bulanan. "Tidak tahu berapa biayanya tetapi ada biaya bulanan bagi yang menempati perumahan itu," kata Rizal yang mengaku asal luar pulau Jawa ini.

Dia mengatakan, tidak ada rencana untuk pindah dari bantaran Kali Angke karena keberadaan mereka di sini tidak menggangu lingkungan sekitar.

"Kami hanya hidup sebagai nelayan kecil dengan penghasilan pas-pasan, sehingga bagi kami tempat ini sudah layak untuk ditempati," kata Rizal yang mengaku sudah belasan tahun menempati lokasi itu.

Salah seorang penghuni perumahan Muara Angke, Suhendrik mengatakan, setiap bulan membayar sewa sebesar Rp90 ribu.

Dia mengatakan, sebelumnya menjadi penghuni di bantaran Kali Angke tetapi digusur oleh pemerintah pada tahun 2005 lalu dan kini menempati perumahan yang disiapkan Yayasan Budha Tzu Chi.

Suhendrik mengatakan, tidak mengetahui persis mengapa sebagian warga masih tetap menempati bantaran Kali Angke, padahal pemerintah sudah menyiapkan rumah layak huni.

Menurut dia, soal biaya Rp90 ribu per bulan bukan sesuatu yang berat karena dari hasil pekerjaan sebagai nelayan penghasilan setiap bulan cukup untuk membayar biaya bulanan.

Jumlah penduduk yang menempati bantaran Kali Angke saat ini mencapai lebih dari 100 rumah. Mereka umumnya bekerja sebagai nelayan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009