Jakarta, 19/5 (ANTARA) - Dengan disahkannya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh, maka Indonesia memiliki hak dan kesempatan untuk turut mengatur dan memanfaatkan potensi perikanan di laut lepas melalui organisasi pengelolaan perikanan regional, memperoleh data dan informasi perikanan secara mudah, murah, cepat dan tepat waktu, serta dalam format standar internasional. Selain itu, Indonesia juga dapat meningkatkan penataan dan penegakan hukum dalam konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan (SDI) di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas, serta turut mewujudkan pengelolaan perikanan dunia secara berkelanjutan. Demikian disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada Rapat Paripurna DPR RI dalam rangka pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan UNIA 1995 (19/5).

The Conservation and Management of Standing Fish Stocks and Highly Migragratory Fish Stocks/UNIA 1995 merupakan persetujuan multilateral yang mengikat para pihak dalam masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh. Persetujuan konversi ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan jangka panjang dan pemanfaatan secara berkelanjutan atas sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh. Dengan disahkannya UNIA 1995, maka Indonesia mengadopsi persetujuan tersebut kedalam hukum nasional dan lebih lanjut akan dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan nasional.

Pengesahaan UNIA 1995 memberikan manfaat bagi Indonesia dalam mendapatkan hak dan kesempatan untuk turut memanfaatkan potensi perikanan laut lepas sehingga dapat membuka kesempatan bagi kapal kita untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas secara legal. Selain itu, pengesahaan konvensi ini juga bermanfaat dalam memperkuat posisi Indonesia dalam forum organisasi pengelolaan perikanan regional dan mendapat kuota internasional terhadap distribusi tangkapan yang dihasilkan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia. Dengan kata lain, didorongnya kapal-kapal besar beroperasi di laut lepas dapat mengurangi tekanan sumberdaya ikan di perairan teritorial dan ZEEI serta membuka kesempatan bagi kapal-kapal berukuran kecil untuk beroperasi di wilayah tersebut.

Saat ini telah berdiri beberapa Regional Fisheries Management Organization/RFMOs atau organisasi pengelolaan perikanan regional di sekitar Indonesia, yaitu Komisi Tuna Samudra Hindia/IOTC, Komisi perikanan untuk Pasifik Barat dan Tengah/WCPFC, dan konvensi tentang konservasi tuna sirip biru selatan/CCSBT. Sedangkan Indonesia saat ini telah menjadi anggota penuh di IOTC dan CCSBT. Pengesahaan UNIA 1995 tanggal 19 Mei ini dapat memperkuat posisi Indonesia dalam forum organisasi pengelolaan perikanan regional tersebut, mendorong majunya armada perikanan Samudra Indonesia, meningkatkan upaya mensejahterakan nelayan, sekaligus meningkatkan usaha untuk melestarikannya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, HP.08161933911

Pewarta:
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009