Jakarta, (ANTARA News) - Kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen kini masih dalam tahap penyidikan dengan jumlah tersangka sebanyak sembilan.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono mengatakan, para tersangka yang kini ditahan di Polda Metro Jaya adalah D (eksekutor), HS (joki motor), FT alias AM (pemantau lapangan di dalam mobil) HKW (pemberi order), Edo alias AN (penerima order), Jeri alias J penghubung dengan WW, SHW sebagai penyandang dana, WW penghubung ke AA.

Kendati Polda Metro Jaya telah merahasiakan nama-nama tersangka namun masyarakat akhirnya tahu bahwa AA adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi non aktif Antasari Azhar dan WW adalah mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Williardi Wizard.

Keterlibatan oknum polisi cukup mengejutkan karena dia dikenal sebagai salah satu perwira yang cukup handal di antara alumni Akademi Kepolisian 1984.

Williardi telah menyelesaikan Sekolah Staf Perwira Tinggi (Sespati) sejak dua tahun lalu padahal masih banyak rekan seangkatan yang saat ini baru menempuh Sespati bahkan banyak juga yang tidak lolos tes masuk.

Lulus Sespati menjadi salah satu pertimbangan utama untuk mendapatkan jabatan jenderal di lingkungan Polri.

Tidak hanya Williardi yang terlibat dalam kasus ini. Diduga, masih ada oknum lain yang terlibat yakni oknum Brimob yang bertugas di Markas Brimob Mabes Polri di Kepala Dua, Depok, Jawa Barat.

Ihwal dugaan keterlibatan okbum ini disampaikan oleh Minola Sebayang, salah pengacara salah satu tersangka yang kini ditahan di Polda Metro Jaya.

Minola mengatakan, kliennya yakni FT kepada penyidik menyebutkan bahwa senjata yang dipakai untuk membunuh Nasrudin diperoleh dari oknum TNI AL dan Brimob, Kelapa Dua.

Terkait dengan kasus itu itu, Mabes TNI AL pun telah mengambil tindakan terkait dengan keterlibatan salah satu anggotanya dalam kasus itu.

Bahkan, Mabes TNI AL menyatakan siap untuk bekerja sama dengan Polri dalam pengungkapan kasus pembunuhan itu.

Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama TNO Iskandar Sitompul mengatakan, Polisi Militer TNI AL (Pomal) telah menangkap Koptu AB yang diduga terlibat kasus itu yakni sebagai perantara bagi pengadaan senjata yang dipakai untuk membunuh Nasrudin.

"Saat ini, yang bersangkutan masih dalam tahanan dan pemeriksaan Pomal. Tetapi jika Polri menginginkan yang bersangkutan untuk pengembangan penyelidikan, kami persilakan sesuai ketentuan berlaku," ujarnya.

Ia menjelaskan, pada Februari 2009 Koptu AB yang sehari-hari berdinas di Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) III Jakarta, dihubungi rekannya berinisial FTH dan A.

FTH dan A kini ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka.

Koptu AB langsung menyanggupi permintaan itu, tanpa bertanya untuk apa pistol itu akan digunakan. "Oknum AB ini sama sekali tidak tahu, kalau pistol itu akan digunakan untuk membunuh Nasrudin," tutur Iskandar.

AB bersama FTH dan A kemudian menuju Markas Brimob di Kelapa Dua untuk menemui HD, salah satu anggota Brimob, yang ternyata biasa melakukan penjualan senjata secara ilegal.

Ketiganya langsung mengadakan transaksi senilai Rp12 juta, lengkap dengan pistol jenis revolver colt S & W beserta satu kotak amunisi.

Atas jasa baiknya oknum AB mendapat imbalan sebesar Rp700 ribu dari FT dan A, dan akan ditambah Rp2 juta.

Kini, oknum AB kini meringkuk di balik jeruji Pomal di Jl Bungur, Jakarta Pusat, untuk dimintai keterangan lebih rinci.

Sementara itu, Mabes Polri hingga kini belum mengetahui adanya dugaan keterlibatan seorang anggota Brimob dalam jual beli senjata ilegal yang salah satunya dipakai dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zularnaen.

"Yang itu saya belum tahu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira.

Sementara itu, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Internal (Propam) Polri Irjen Pol Oegroseno mengatakan, Polri masih akan melakukan klarifikasi masalah itu. "Lagi dicek. Kalau ada, nanti akan diumumkan," katanya.

Ia mengatakan, Propam masih menyelidiki informasi yang menyebutkan keterlibatan oknum Brimob. "Saya bingung ini. Tugas Program kan mengecek `katanya` dan `katanya`," katanya menegaskan.

Pernyataan Abubakar dan Oegroseno ini terkesan menutup-nutupi adanya kasus bisnis senjata api ilegal yang melibatkan anggota Brimob, padahal di sisi lain Mabes TNI AL sendiri telah mengaku bahwa ada anggotanya yang menjadi perantara jual beli senjata.

Perkembangan kasus pembunuhan Nasrudin telah menguak fakta baru bahwa ada indikasi kuat jual beli senjata ilegal yang melibatkan oknum anggota Polri.(*)

Oleh Oleh Santoso
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009