"Sedikitnya sebagai shinshe atau tabib China, kita harus hapal 1.500 jenis tanaman obat berikut takaran ketika meracik dari berbagai tumbuhan itu sebelum dikonsumsi penderita," ujar Shinshe Akupuntur, Jong Jaw Ting (66) di Jakarta, Senin.
Jong yang telah menekuni profesi itu selama 35 tahun, seorang shinshe juga harus tahu tumbuhan apa yang boleh dan tidak boleh dicampur ketika meracik tanaman obat yang akan dikonsumsi oleh penderita agar tidak menimbulkan efek samping.
Jika dosis yang dicampur tidak sesuai dengan takaran dan shinshe kurang memahami mana tanaman obat yang bisa dan tidak boleh dicampur maka akan menimbulkan efek samping atau khasiat tanaman akan hilang.
"Namun hingga kini jarang sekali kita dengan seorang shinshe salah dalam meramu tanaman menjadi obat atau keluhan dari masyarakat terhadap shinshe gara-gara obat yang diberikan," ujar dia.
Di tempat terpisah Tina (30) penjual ramuan obat China di Toko Obat Sehat Utama, Pasar Glodok mengatakan tanaman yang dijadikan ramuan obat oleh para tabib itu ditulis menggunakan aksara China dan sebagian besar di antaranya hanya dapat tumbuh di negeri tirai bambu itu.
Kemudian penyebutan tanaman obat yang telah dikeringkan itu seperti dedaunan, akar pohon, kulit kayu, buah tanaman dan tumbuh-tumbuhan lain hingga kini tidak memiliki nama dalam bahasa Indonesia.
"Sulit menyebutkan nama tanaman obat yang telah berkembang sejak 5.000 tahun lalu itu ke dalam bahasa Indonesia, karena hampir semua tumbuhan berasal dari Hongkong dan China," ujar dia.
Hingga kini Pasar Glodok yang terletak di Jakarta Barat masih menjadi salah satu pusat penjualan obat-obatan China dan juga memberikan jasa praktek para shinshe berikut ramuan tumbuhan yang alami. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009