Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto semula adalah salah satu kandidat calon presiden yang disebut-sebut akan mampu bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilu presiden 2009.

Namun setelah melalui komunikasi politik yang panjang dan berliku, ia bersedia menjadi calon wakil presiden bagi capres yang diusung oleh PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Tak banyak yang menyangka putra begawan ekonomi Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo itu, cukup diperhitungkan sebagai salah satu kandidat bursa pemilihan presiden 2009.

Keputusannya untuk menjadi salah satu kandidat presiden pada Pemilu 2009 (sebelum akhirnya bersedia menjadi cawapres bagi Megawati), berawal dari permintaan sejumlah petani, nelayan dan peternak saat Prabowo menjabat sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

"Ini bukan masalah mudah. Jadi, permintaan mereka juga tidak langsung saya iyakan...tetapi saya pertimbangkan cukup lama," begitu, Prabowo kerap menceritakan awal mula dirinya berpikir untuk maju sebagai kandidat presiden.

Pria yang lahir dari pasangan Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo dan Dora Siregar pada 17 Oktober 1951 itu, akhirnya menerima permintaan para nelayan, petani dan peternak itu untuk maju dalam bursa Pilpres 2009.

Munculnya Prabowo dalam kancah politik nasional dengan kendaraan politiknya Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindra), langsung mendapat simpatik dan pantas dijadikan alternatif dalam bursa pemilihan presiden dan wakil presiden.

Pesona lulusan Akademi Militer 1974 itu pun mampu menarik perhatian para politisi lainnya yang akan bersaing dalam Pilpres 2009. Bahkan, Prabowo pun banyak disokong pensiunan perwira tidak saja teman seangkatan tetapi juga senior-seniornya di militer.

Dengan mengusung program ekonomi kerakyatan, mantan Panglima Kostrad itu juga dijuluki "Bung Karno Kecil".

Masa kecilnya yang dihabiskan dalam masa pelarian ke beberapa negara bersama ayahnya, menjadikan Prabowo sebagai sosok yang mandiri, pekerja keras dan sangat dekat dengan rakyat kecil. "Saya sudah biasa hidup sulit. Dekat dengan orang kecil, sehingga tahu apa yang mereka rasakan, dan inginkan," katanya.

Akhirnya Prabowo lebih memilih untuk menjalani pendidikan militer di Magelang dibanding hidup di luar negeri. Dari sanalah jiwa patriotiknya terasah dan berhasil lulus sebagai lulusan terbaik.

Pada 1976, Prabowo dipercaya sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor-Timur.

Setahun kemudian, dia dipercaya untuk menjabat Komandan Kompi Para Komando Grup I Kopassandha dengan pangkat letnan satu.

Karir militernya terus melejit, ketika dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teros (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) pada 1983.

Setelah menyelesaikan pelatihan di "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara (Linud) 328 Kostrad hingga 1987 dan diperpanjang sampai 1991.

Karir militernya berlanjut menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri Linud 17/Kujang/Kostrad selama tiga tahun yakni 1991 hingga 1993. Pada tahun di akhir jabatannya itu, Prabowo kembali ke Kopassus sebagai Komandan Grup 3 yaitu Komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus di Batujajar, Jawa Barat.

Setahun kemudian pria kelahiran Jakarta itu langsung didaulat sebagai Wakil Komandan Kopassus.

Tak lama berselang, pada tahun berikutnya Prabowo dipercaya untuk menjadi orang nomor satu di korps baret merah pasukan elit TNI Angkatan Darat itu.

Pada 1998, Prabowo ditarik kembali untuk mengabdi ke Kostrad sebagai Panglima Kostrad dengan pangkat Letnan Jenderal. Menilik perjalanan karir militernya, dimana dalam usia relatif muda yakni 47 tahun, telah berhasil menyandang bintang tiga di pundaknya dan memimpin jabatan elit.

Namun, situasi politik nasional yang genting ditandai kerusuhan Mei 1998, membuatnya dipindahkan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI (Sesko TNI).

Dan atas pertimbangan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), Prabowo diberhentikan dari dinas kemililiterannya dengan pangkat Letnan Jenderal. Dengan dugaan terlibat sejumlah penculikan aktivis saat dia menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus.

Setelah tidak aktif di kemiliteran, Prabowo lebih banyak menghabiskan waktunya di Yordania dan menerjunkan diri ke dunia usaha, khususnya di bidang pertambangan dan perkebunan.

Nama Prabowo Subianto kembali muncul tatkala Partai Golongan Karya menggelar konvensi pemilihan capres dan cawapres pada 2004. Kegagalannnya dalam konvensi partai berlambang pohon beringin itu, lebih banyak menerjunkan dirinya di organisasi kemasyarakatan.

Pada 2004, Prabowo terpilih sebagai Ketua HKTI menggantikan Siswono Yudhohusodo dan pada 2008 terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).

Selanjutnya, pada 2008 itu pula Prabowo membidani lahirnya Gerindra.

Gerak agresif yang dilakukannya melalui iklan di media televisi, Prabowo berhasil mencuri perhatian publik. Melalui bendera HKTI, ia kerap menyerukan untuk selalu mengkonsumsi produk makanan dalam negeri dan melalui APPSI, Prabowo mengimbau gerakan kembali ke pasar tradisonal.

Kampanyenya melalui layar kaca akhirya berujung pada pencalonnya sebagai salah satu kandidat presiden pada Pemilu 2009.

Dengan mengusung delapan program aksi untuk kemakmuran rakyat, Prabowo langsung menggebrak panggung politik nasional menuju Pemilu 2009.

Dalam delapan program aksinya itu, Prabowo menekankan penjadwalan ulang pembayaran utang luar negeri, menyelamatkan kekayaan negara untuk menghilangkan kemiskinan, melaksanakan ekonomi kerakyatan, memperkuat sektor usaha kecil, pemberdayaan desa, kemandirian energi, pemdidikan dan kesehatan, serta menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup.

"Bangsa ini, dikaruniai dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Tetapi mengapa kita menjadi bangsa yang miskin, lemah," ujarnya lantang.

"Karenanya, Gerindra dengan mengusung cita-cita memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia, melakukan berbagai riset dan menyusun program sebagai jawaban untuk kondisi ekonomi nasional yang terpuruk saat ini.

Menurut riset, ungkap Prabowo, Indonesia membutuhkan pertumbuhan dua digit. Indonesia bisa berada di jajaran negara menengah dengan menjalankan ekonomi kerakyatan disertai menjalankan program Keluarga Berencana.

Dengan begitu, Indonesia akan menjadi negara yang berdikari, berdaulat baik di sektor politik, ekonomi dan budaya.

Riwayat Hidup Singkat

Nama : Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 17 Oktober 1951

Agama : Islam

Pendidikan : Akademi Militer (Akmil) 1974

Karir : 1996 - 1998 Komandan Jenderal Kopassus

1998 - 1998 Panglima Kostrad

1998 - 1998 Komandan Sekolah Staf dan Komando

ABRI

2004 - 2009 Ketua HKTI

2008 - 2013 Ketua APPSI

(*)

Oleh oleh Rini Utami
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009