"Meski rumah yang kami tempat ini adalah rumah semi permanen, namun kami senang daripada kami harus tinggal di tempat pengungsian," kata koordinator korban lumpur PBP, Sunarto.
Sudah lebih dari dua tahun Sunarto bersama dengan ribuan warga lainnya tinggal di tempat pengungsian itu. "Sebagian warga hari ini memang menempati rumah baru tersebut, namun sebagian lagi akan tinggal di rumah kontrakan," katanya.
Pengungsi korban lumpur yang tergabung dalam Paguyuban Warga Renokenongo Korban Lapindo (Pagar Rekorlab) ini mengaku, bagi pengungsi yang tidak mempunyai rumah kontrakan sudah disediakan rumah semi permanen.
Kepindahan pengungsi dari PBP sesuai kesepakatan bahwa pada 15 Mei ini mereka harus harus meninggalkan lokasi pengungsian.
Ada beberapa pengungsi yang sudah mulai mengangkut barang-barangnya dari pasar. Bahkan, sebagian barang-barang mereka beberapa hari terakhir sudah dipindah.
Rumah semipermanen yang dibangun di lahan yang nantinya digunakan sebagai tempat tinggal pengungsi itu sebanyak 160 unit. Sebelumnya, mereka bersama aparat dari komando distrik militer (Kodim) 0816 Sidoarjo sudah membangun rumah sementara di lokasi relokasi itu.
Pengungsi berharap, dalam waktu dekat sudah ada pihak ketiga yang mau membangun rumah mereka dan pengungsi bisa mengangsur.
"Sudah ada tawaran yang difasilitasi Bupati Sidoarjo dan Gubernur dengan REI (Real Estate Indonesia) Jatim, untuk membangun rumah bagi kami dan nantinya kami mengangsur. Tapi masih kami konkritkan lagi," katanya.
Di areal relokasi mandiri seluas sekira 10 hektare sebenarnya belum seluruhnya terbangun rumah sementara. Sedangkan rumah permanen juga belum dilakukan pembangunan. Hanya beberapa hektare saja yang sudah diuruk.
Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, mengatakan, pihaknya dan gubernur memfasilitasi agar ada pihak ketiga yang membangun rumah untuk pengungsi.
"Kami ingin kehidupan pengungsi lebih baik lagi dari sekarang, terutama masalah rumah," katanya berharap.
Selain memfasilitasi dengan pihak ketiga (REI), bupati dan gubernur juga akan memfasilitasi agar nantinya PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak) ikut andil.
"Paling tidak terkait angsuran rumah, kan pengungsi belum mendapatkan 80 persen itu yang diharapkan ada titik temu dengan Minarak," katanya.
Sebelumnya, pengungsi yang tinggal di PBP minta dibayar tunai 100 persen dan menolak pembayaran secara "cash and carry" yang dicicil setelah 20 persen kemudian 80 persen.
Namun, karena tuntutannya tidak diperhatikan oleh Lapindo Brantas Inc, akhirnya warga melunak dan mau dibayar 50:50 hingga akhirnya mau dibayar 20 persen dan 80 persen.
Saat itu, warga meminta dibayar tunai, agar bisa melakukan relokasi. Tujuannya, agar bisa tetap tinggal bersama warga lainnya seperti saat masih tinggal di Desa Renokenongo, sebelum ditengelamkan oleh Lumpur.
Usaha itu akhirnya diwujudkan warga ketika pembayaran 20 persen direalisasikan. Mereka kemudian dmembeli lahan seluas 10 hektare di Desa Kedungsolo, Kecamatan Porong untuk pembangunan rumah.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009