"Perwakilan Pemerintah Indonesia perlu hati-hati melihat kasus Manohara itu, karena ini jelas melibatkan keluarga Sultan Kelantan, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dari negara jiran tersebut, " kata Pakar Hukum Internasional, Prof Dr. Suhaidi, SH, di Medan, Rabu.
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Malaysia, Da`i Bachtiar di Kuala Lumpur, Rabu, (6/5) mengatakan, meminta kepada tiga utusan Sultan Kelantan, agar ada orang KBRI Kuala Lumpur bertemu dan berkomunikasi dengan Manohara untuk melihat kondisi sebenarnya.
Dubes Da`i menerima utusan Sultan Kelantan antara lain orang kepercayaan Sultan Kelantan, Engku Rajhan dan sahabat Tengku Fakhry, Mohd Soberi Safii di KBRI Kuala Lumpur untuk menjelaskan persoalan kasus Manohara.
Selain itu, utusan dari Sultan Kelantan itu juga menunjukkan bukti-bukti berupa foto dan bukti transfer uang kepada Dubes RI tersebut.
Menurut Suhaidi, perlunya kejelian yang dilakukan KBRI itu, agar nantinya tidak terjadi tuduhan atau dianggap intervensi hukum terhadap negara jiran tersebut.
Karena persoalan ini, menyangkut kedaulatan suatu negara, yakni Malaysia.
"Selaku negara yang bertetangga, Indonesia perlu menghargai dan menghormati kedaulatan negara tersebut. Kedaulatan sesama negara itu jangan sampai dilanggar, karena ini jelas sangat bertentangan dan dapat merusak hubungan kedua negara," ujar Suhaidi yang juga Guru Besar Fakultas Hukum USU itu.
Lebih jauh ia menjelaskan, untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, perlu bagi setiap perwakilan Indonesia yang ada di luar negeri dapat memahami hukum nasional dimana mereka ditempatkan.
"Mempelajari hukum nasional di suatu negara itu, untuk menghindari agar tidak terjadinya kesalahan. Ini juga sekaligus menambah ilmu dan wawasan tentang peraturan hukum suatu negara," katanya.
Misalnya, jelas Suhaidi, aturan di Malaysia mengenai masalah penganiayaan masuk delik pidana mana. "Kita juga banyak yang tidak mengetahuinya secara jelas," ujarnya.
Namun, kalau di Indonesia, menurut Suhaidikasus penganiayaan tersebut bisa dikategorikan masuk kedalam Undang -undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kata Suhaidi.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009