Jakarta (ANTARA News) - Dinamika politik Indonesia dianggap luar biasa jika dilihat dari manuver yang dilakukan elite politik dalam mengatasi kerumitan guna mendapatkan pemerintahan yang kuat.

"Namun, itu konsekuensi dari sistem politik dari pilihan sistem ketatanegaraan yang kita pilih sendiri," kata anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar, Siswono Yudohusodo dalam jumpa pers di The Ary Suta Center di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dinamika itu dimulai ketika Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla yang merupakan wakil presiden menyatakan diri sebagai calon presiden (capres) untuk periode 2009-2014.

Namun setelah pemungutan suara pada 9 April 2009, dinamika politik itu berubah sehingga Partai Golkar merapat ke Partai Demokrat meski baru melihat hasil sementara perolehan suara dari quick count.

Partai Golkar merapat ke Partai Demokrat untuk minta posisi wakil presiden, katanya.

Lalu, kata dia, dinamika itu semakin tinggi ketika Partai Golkar menyatakan tidak adanya titik temu dalam berkoalisi dengan Partai Demokrat meski komunikasi politik baru dilakukan dua hari.

Kemudian, Partai Golkar merapat dan melakukan komunikasi politik dengan PDI Perjuangan namun setelah itu mendeklarasikan pencalonan sebagai capres berpasangan dengan Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto beberapa hari kemudian.

Dinamika politik semakin menariknya ketika Partai Demokrat berupaya menjalin komunikasi politik dengan PDI Perjuangan guna menciptkan koalisi besar.

"Dinamika politik kita memang luar biasa," katanya.

Namun, kata dia, semua proses dan dinamika tersebut bukan sesuatu yang istimewa karena merupakan konsekuensi dari mekanisme politik dengan sistem ketatanegaraan presidensial yang kita pilih sendiri.

Sistem presidensial dengan multi partai yang Indonesia terapkan dewasa ini menyebabkan sulit mendapatkan partai politik yang mampu meraih suara lebih dari 50 persen, katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009