Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebangsaan, Viktus Murin, di Jakarta, Selasa, menyatakan, kombinasi capres dan cawapres yang memperhatikan faktor keseimbangan geopolitik Jawa-luar Jawa masih tetap perlu di dalam suasana kehidupan demokrasi di Indonesia saat ini.
"Kendati saat ini masyarakat Indonesia mulai rasional dalam berdemokrasi, ternyata hal itu tidak serta merta langsung terhapus begitu saja sebagai referensi menentukan kepemimpinan nasionalnya," katanya kepada ANTARA.
Ia menilai, bisa saja salah satu yang menjadikan Susilo Bambang Yudhoyono belum mampu menentukan calon wakil presiden (cawapres) hingga sekarang, karena faktor kombinasi geopolitik tersebut.
"Secara psikopolitis maupun psikososial, realitas politik Indonesia memerlukan aspek keseimbangan Jawa-luar Jawa itu," ujarnya lagi.
Karena itu, kata mantan Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini, capres dan cawapres yang mampu mengkombinasikan faktor keseimbangan geopolitik tersebut, lebih memiliki keunggulan psikologis untuk menang dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009.
"Ini bukan perkara dikotomi Jawa-luar Jawa, tetapi bersentuhan dengan aspek-aspek sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan upaya pembentukan karakter bangsa (`nation and character building`)," tegas Viktus Murin.
Itulah sebabnya, lanjutnya, mengapa di masa perjuangan kemerdekaan, kaum pergerakan menunjuk Bung Karno (Jawa) dan Bung Hatta (luar Jawa) sebagai `dwitunggal` pemimpin bangsa.
"Itulah karakter asli yang menyejarah dan saya kira situasinya belum berubah banyak. Tinggal bagaimana kombinasi itu diputar-putar luar Jawa-Jawa dan sebaliknya (Jawa-luar Jawa), begitu pula memasukkan dimensi lainnya seperti sipil-militer, swasta-birokrat, intelektual-prajurit, dan seterusnya," ungkap Viktus Murin lagi.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009