Jakarta (ANTARA News) - Kemampuan komunikasi politik Boediono untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon wakil presiden (cawapres) masih diragukan sehingga bila dipaksakan bisa mengurangi dukungan parlemen kepada pemerintahan jika pasangan itu memenangkan Pilpres 2009.
Pengusaha dari Grup Gemala, Sofyan Wanandi, mengungkapkan kekhawatiran itu di Jakarta, Senin malam terkait rencana SBY menggandeng Gubernur Bank Indonesia Budiono sebagai upaya menarik PDI Perjuangan dalam koalisi besar.
"Sebagai teknokrat, saya nilai cukup baik, bahkan terbaik, tetapi apakah belum mampu menjalankan tugas wakil presiden, harus dibuktikan dulu kemampuan komunikasi politiknya. Kalau itu jadi pilihan SBY maka ini di luar dugaan kita semua," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.
Ia menjelaskan, kemampuan komunikasi politik seorang wakil presiden sangat diperlukan untuk menjalin hubungan baik dengan parlemen sehingga tercipta Pemerintahan yang didukung mayoritas parlemen.
"Bagi seorang pengusaha yang dibutuhkan adalah Pemerintah kuat yang didukung parlemen yang kuat sehingga perekonomian bisa terangkat," katanya.
Ia lebih setuju jika Boediono tetap menempati posisi sebagai Gubernur Bank Indonesia. "Namun di Indonesia, apa pun bisa terjadi, termasuk terpilihnya Boediono sebagai pendamping SBY. Itu sah-sah saja," katanya.
Seperti diketahui, pertemuan Mensesneg Hatta Rajasa dengan Megawati yang berlangsung dua kali dalam sepekan terakhir diduga terkait dengan rencana SBY menggandeng Boediono sebagai cawapres dan berharap pilihannya mendapat restu dari PDIP.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Drs Umar S Bakri MA, bahwa kedatangan Hatta itu mempunyai sejumlah tujuan yaitu membuka komunikasi Demokrat dengan PDIP yang sudah beku selama lima tahun, upaya Yudhoyono untuk menggagalkan Prabowo sebagai calon presiden, dan tawaran untuk mengambil Gubernur BI Boediono sebagai cawapres bagi Yudhoyono karena Boediono dianggap dekat dengan PDIP.
"SBY minta restu untuk mengambil cawapres Budiono yang dekat dengan PDIP, dengan harapan terpilihnya Boediono maka komunikasi dengan PDIP akan lebih cair," katanya.
Namun, menurut Umar, jika Yudhoyono memilih Boediono menjadi cawapres maka bisa jadi PAN dan PKS akan kecewa karena sejak semula menginginkan cawapres dari parpol.
"Jika Boediono cawapres, kemungkinan PAN dan PKS akan keluar koalisi, bisa saja terjadi walaupun sudah ada MoU antara Demokrat dan PKS karena MoU itu tidak ada sanksinya," katanya.
Oleh karena itu, ia mengatakan, sampai sekarang Prabowo masih memasang "harga tinggi" untuk posisi Capres seolah menunggu terjadinya perpecahan koalisi yang dibangun Demokrat.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
patutlah kita dukung.