Jakarta (ANTARA News) - Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Gunarni Soeworo dalam fit and proper test di Komisi XI DPR RI Senin mengatakan, bank asing yang berinvestasi di Indonesia perlu rambu-rambu untuk lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
"Dengan dominasi pangsa pasar tersebut, arsitektur perbankan Indonesia (API) harus memberikan rambu-rambu yang lebih tegas dalam memetakan peranan Bank Asing dan bank milik asing tersebut dalam pembangunan perekonomian," katanya dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut.
Ia menjelaskan, hal ini diperlukan agar bank asing maupun bank milik asing tersebut memberikan komitmen untuk menjalankan funsi intermediasi d sektor produktif dan memberkan komitmen jangka panjang untuk berinvestasi di Indonesia.
Menurut Komisaris Independen Bank Mandiri tersebut, bank asing dan bank milik asing dalam beberapa tahun ini mengalami pertumbuhan yang luar biasa.
Pada 1999 menurut dia, total asetnya masih 11,4 persen dari total perbankan. Namun pada 2008 telah tumbuh menjadi 41,6 persen. Begitu pula pangsa kredit, dari 19,2 persen di 1999 menjadi 41,3 persen di 2008. Sedangakn pangsa dananya juga naik dari 11 persen pada 1999 menjadi 40,2 persen di 2008.
Menurut dia, pertumbuhan yang begitu cepat tersebut salah satunya karena blue print terkait dengan modal minimum perbankan yang diharuskan.
Ia mengatakan, platform API tersebut telah mendorong terjadinya akuisisi yang cukup masif pada bank-bank kecil. Sebab berdasarkan aturan BI, untuk membentuk bank baru diperlukan modal disetor sebesar Rp3 triliun, namun hal itu tidak perlu bila melalui akuisisi.
"Kehadiran pemain baru dengankepemilikn asing yang muncul dengan jalan pintas melalui akuisisi bank kecil yang kesulitan menambah modal, tanpa setoran modal minimum sebesar Rp3 triliun sesuai dengan blue print API, menjadi hal yang mungkin perlu untuk dikaji lebih lanjut," katanya.
Ia mengatakan, Indonesia dibandingkan negara-negara lainnya seperti Malaysia, Singapura dan China lebih terbuka dalam menerima perbankan asing.
"Bank nasional sering mengalami kesulitan untuk membuka cabang di luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan China karena aturanyang diterapkan benar-benar memberikan barrier to entry (halangan untuk masuk) yang tinggi sehingga sulit dipenuhi oleh bank milik nasional," katanya.
Hal ini menurut dia berkebalikan dengan Indonesia yang relatif lebih mudah bagi pihak bank atau investor asing untuk mendapatkan ijin beroperasi atau memiliki bank di Indonesia.
Untuk itu menurut dia, demi kepentingan lebih luas, API harus memberikan ruang yang lebih seimbang antara kelonggaran pihak asing berinvestasi di Indonesia dengan kewajiban mereka memberikan kontribusi yang lebih maksimal bagi perbankan dan perekonomian Indonesia pada umumnya.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009