Modgadishu (ANTARA News/AFP) - Sebuah bom mortir menghantam masjid di Mogadishu, ibukota Somalia, Minggu, menewaskan sedikitnya 14 orang, sehingga jumlah korban tewas dalam kekerasan beberapa hari terakhir ini antara kelompok muslim garis keras dan pasukan pemerintah menjadi 39, kata beberapa saksi mata.

"Bom mortir menghantam pintu gerbang masjid itu. Saya menghitung sekitar 14 orang yang tewas seketika dan 10 orang lain terluka," kata Hassan Abdifatah, yang melaksanakan sholat di masjid di Mogadishu selatan itu kepada AFP.

Sejumlah saksi lain mengkonfirmasi serangan itu.

"Saya sedang berada di dalam masjid ketika saya mendengar ledakan besar dan serpihan peluru berhamburan di mana-mana, menewaskan banyak orang," kata Mumin Haji Yusuf, yang juga melaksanakan sholat di masjid itu.

Pertempuran meletus pada Kamis, sehari sesudahnya tenang, dan kemudian memuncak pada Sabtu ketika kedua pihak bertempur untuk berusaha menguasai posisi-posisi utama di ibukota yang dilanda perang itu.

Gerilyawan Islamis mengatrakan, mereka telah menguasai daerah-daerah yang diperebutkan di Mogadishu selatan, namun pemerintah membantah klaim itu.

"Kami telah menguasai daerah-daerah yang kami perebutkan denga musuh Allah," kata Sheikh Ali Mahmoud, pejabat kelompok Islamis yang bertanggung jawab atas Mogadishu, kepada wartawan.

Mahmoud mengklaim pihaknya menguasai stadion Mogadishu, gedung kementerian pertahanan dan sebuah jalan penting yang semuanya berada di bagian selatan kota pesisir itu.

Namun, pada jumpa pers Menteri Penerangan Farhan Mohamoud mengatakan, gerilyawan "tidak merebut posisi apa pun dari pasukan pemerintah".

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun ini.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009