Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta KPU dan Bawaslu proaktif dan menjadi leading sector dalam penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada karena kedua lembaga tersebut merupakan pihak yang terdampak penundaan Pilkada 2020.
"KPU dan Bawaslu harus proaktif dengan menyiapkan poin-poin substansi yang perlu diatur dalam Perppu itu. Bagaimana KPU menyiapkan daftar inventarisasi masalah menyangkut teknis penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam perppu," kata Titi dalam diskusi bertajuk "Penundaan Pilkada dalam Perspektif Penyelenggara Pemilu di Daerah" yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Minggu.
Titi menilai kedua institusi tersebut yang paling terdampak dari sisi teknis penyelenggaraan pilkada dan paling mengetahui dampak penundaan, misalnya implikasinya yang mengakibatkan adanya perubahan aturan dalam UU Pilkada.
Baca juga: Arief: KPU-Bawaslu perlu didengar terkait penyusunan Perppu Pilkada
Titi mencontohkan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS) yang dalam aturan di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa PPS dibentuk 6 bulan sebelum hari pemungutan suara dan juga terkait dengan waktu pemungutan suara.
"Waktu pemungutan suara karena ini mengubah Pasal 201 Ayat (6) UU Pilkada, kemudian mekanisme penundaan itu juga membuat berubahnya aturan pilkada, termasuk tadi soal konsekuensi dari kesimpulan rapat DPR pada tanggal 30 Maret 2020, bagaimana mekanisme pengembalian anggaran pilkada kepada negara, ini tidak sederhana," ujarnya.
Ia memandang perlu KPU RI menyiapkan DIM terkait hal-hal yang menyangkut teknis penyelenggaraan pemilu yang harus diatur di dalam perppu, terutama terkait dengan kebijakan penundaan pelaksanaan pilkada, apalagi bukan berupa skema pemilihan lanjutan atau pemilihan susulan seperti diatur dalam Pasal 120 dan Pasal 121 UU Pilkada.
Menurut dia, saat ini situasinya baru, yaitu penundaan pilkada dilakukan sekaligus untuk semua daerah dan yang menundanya adalah KPU RI.
Ia berpandangan sebaiknya jadwal diserahkan pada KPU untuk menentukan klausul umum. Misalnya, pilkada dilaksanakan setelah pertengahan Juni 2021 agar tersedia fleksibilitas, terutama di tengah kondisi COVID-19 yang tidak menentu.
Baca juga: Honor 10.026 petugas ad hoc pilkada di Kalbar dihentikan mulai April
Baca juga: KPU Indramayu siap balikan anggaran Pilkada 2020 serentak
"Para ahli ada yang mengatakan puncak dari COVID-19 ini pada bulan Juli 2020 apakah fleksibilitas itu akan membantu kita untuk tidak sering gonta-ganti peraturan?" katanya.
Titi Anggraini mengatakan bahwa Perppu Pilkada seharusnya bisa keluar akhir April 2020 atau sebelum masa penundaan pilkada berakhir. Namun, menurut dia, kalau dari sisi waktu, karena diperlukan peralihan anggaran dana pilkada untuk penanganan COVID-19 sebelum akhir April 2020, semestinya sudah memberikan kepastian pada jajaran di daerah.
"Apalagi saya baca katanya salah satu pemerintah daerah di Maluku Utara meminta agar dana pilkada segera dikembalikan. Mekanismenya belum jelas diatur dengan apa dan lain sebagainya," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu usulkan tiga poin dalam Perppu Pilkada
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020