Pemerintah terus berupaya agar petani tak menyurutkan minatnya dalam memproduksi kapasJakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian memperkuat kelembagaan petani kapas dengan membangun kemitraan bersama industri tekstil untuk mendorong produktivitas dan meningkatkan pendapatan petani.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menjelaskan di tengah tantangan pandemi COVID-19, petani kapas tetap berupaya mengembangkan dan memelihara kebunnya, karena merupakan sumber mata pencahariannya.
"Pemerintah terus berupaya agar petani tak menyurutkan minatnya dalam memproduksi kapas, salah satunya dengan membangun kemitraan petani kapas dengan perusahaan pengelola, yaitu menghubungkan petani dengan pengelola serat kapas sehingga bermitra dengan industri tekstil untuk menjadi industri siap pakai," katanya di Jakarta, Minggu.
Kasdi menjelaskan pemerintah melalui APBN memfasilitasi petani kapas dalam memberikan bantuan benih dan pupuk serta dengan memberikan upah tenaga kerja yang berupa padat karya, sebagai salah satu upaya agar minat petani kapas tidak surut.
Selain membudidayakan tanaman kapas, petani turut melakukan tumpang sari dengan tanaman lainnya, seperti pangan, palawija, jagung dan lainnya.
Saat memelihara kebun kapasnya, diharapkan petani kapas dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serat kapas dengan menerapkan teknik budi daya yang baik dan benar (good agriculture practice/GAP) atau penanaman kapas yang baik, dan tentunya tetap memperhatikan kesehatan dan kebersihan tubuh dan kebunnya.
Adapun kapas merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan penghasil serat untuk bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Industri TPT ini telah berkembang pesat dan terintegrasi terutama pada industri pengolahan (filamen, tenun, rajut) dan industri hilirnya (garmen dan produk tekstil lainnya) seiring semakin berkembangnya jumlah penduduk.
Serat kapas juga digunakan sebagai bahan baku tenun tradisional, seperti yang telah dikembangkan di wilayah NTT, NTB dan Bali.
Area pengembangan kapas tersebar di tujuh provinsi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTB, NTT, Bali, dan Sulawesi Selatan, dengan Sulawesi Selatan merupakan wilayah sentra kapas.
Wilayah pengembangan kapas yang terbatas merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produksi.
Secara umum tingkat produktivitas kapas di tingkat petani mencapai 1,5-2,8 ton/ha kapas berbiji.
Rendahnya produktivitas di tingkat petani disebabkan pengembangan kapas sarat dengan banyak tantangan.
Berdasarkan hasil lapangan ditemui beberapa tantangan yang dihadapi oleh para petani kapas, antara lain mencakup iklim yang dicirikan dengan distribusi hujan setiap tahunnya tidak merata dan wilayah pengembangan kapas dilakukan pada lahan-lahan marginal sehingga rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Pada tantangan ekonomi, petani juga dihadapkan pada tingkat harga kapas yang statis dibanding harga komoditas yang lain, serta tantangan sosial mencakup aspek psikologis dengan petani akan mengusahakan kapas bila kebutuhan pangannya terlebih dahulu telah terpenuhi.
"Sebagian besar petani mempunyai persepsi komoditas kapas kurang menjamin daIam meningkatkan pendapatan, serta kerja sama antarlembaga yang terkait belum maksimal, ditambah dengan tantangan dalam pengembangan kapas di Indonesia pada on-farm dan off-farm," kata Kasdi.
Oleh karena itu, Kementan berupaya melakukan penguatan kelembagaan petani kapas, yaitu lewat strategi operasional yang terdiri atas restrukturisasi kelembagaan, pemupukan modal investasi, pengembangan unit bisnis perdesaan, pengembangan kawasan, legalitas formal, pengembangan kemitraan internal dan eksternal berorientasi pasar serta penguatan modal sosial masyarakat.
Baca juga: Pelaku usaha tekstil minta pemberlakukan "safeguard" pakaian jadi
Baca juga: API minta pemerintah kembangkan pertanian kapas
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020