Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan ada sejumlah kriteria dari untuk menentukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di suatu wilayah.
"Mekanismenya adalah, pertama dilihat dari jumlah kasus positif dan kematian yang menyebar dan cepat, lalu keterkaitan epidimologis yang serupa dengan wilayah atau negara terdampak lain," kata Sekjen Kemenkes RI Oscar Primadi dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB di Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut, kriteria wilayah dapat ditentukan dari permohonan kepala daerah dan gugus tugas untuk menetapkan suatu wilayah untuk diberlakukan PSBB.
Baca juga: Pemerintah apresiasi keluarga Indonesia yang disiplin tinggal di rumah
Baca juga: Kemenkes: PSBB batasi kegiatan tertentu di wilayah terduga COVID-19
Baca juga: Ahli: Perlu pengawasan PSSB dalam penanganan COVID-19
"Kedua, PSBB ditetapkan Menkes (Menteri Kesehatan) dengan permohonan dari gubernur, bupati atau wali kota maupun gugus tugas untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu," papar Oscar.
Permohonan tersebut, lanjut dia, harus disertai sejumlah data, seperti bukti peningkatan dan penyebaran berdasarkan waktu, kejadian transmisi lokal, dan informasi kesiapan daerah.
Informasi kesiapan daerah meliputi ketersediaan kebutuhan hidup pokok masyarakat, sarana dan prasarana, anggaran, dan keamanan.
Selanjutnya, Menkes akan menetapkan PSBB untuk wilayah tertentu dalam waktu paling lama dua hari sejak diterimanya laporan.
Oscar mengatakan PSBB berbeda dengan karantina, namun bersifat lebih ketat daripada imbauan jaga jarak sosial (social physical distancing).
Baca juga: Ekonomi sepekan, perusahaan wajib bayar THR hingga rencana skema PSBB
Baca juga: Kapolri terbitkan surat telegram petakan potensi kejahatan saat PSBB
"PSBB kita harapkan lebih ketat daripada social distancing. Sifatnya bukan imbauan, tapi penguatan pengaturan kegiatan penduduk dan penegakan hukum, tentunya dengan instansi berwenang sesuai UU yang berlaku," kata dia.
Oscar berharap pelaksanaan PSBB dapat memutus rantai penularan dari hulunya, dan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang. Namun, tak menutup kemungkinan untuk diperpanjang dengan indikasi penyebaran yang tinggi.
"Dan tentunya pelaksanaan ini tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga masyarakat agar bisa terlaksana dengan baik," pungkasnya.
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020