Penolakan tersebut dilakukan baik oleh rumah sakit rujukan
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mengharapkan agar layanan publik penanganan COVID-19 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Ibu Kota lebih baik.
"Upaya korektif ini kami sampaikan semata-mata untuk meningkatkan upaya penanganan COVID-19 di Jakarta sebagai wilayah terkena dampak paling parah dari pandemi agar lebih baik, walaupun saat ini sudah sangat baik," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mendorong upaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengajukan permohonan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada Kementerian Kesehatan.
Pemohonan tersebut menurut Ombudsman sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB.
Sementara itu, sejumlah saran korektif dari Ombudsman Jakarta Raya untuk Pemrov DKI Jakarta dalam penanganan COVID-19 yakni :
Menggencarkan sosialisasi alur rujukan bagi terduga (suspect) COVID-19 yang melalui jalur rujukan (Puskesmas dan Faskes BPJS) maupun dari rumah sakit swasta bagi masyarakat yang melakukan pengecekan mandiri.
Menurut Teguh, hasil pemeriksaan tim Ombudsman masih mendapati masyarakat terduga COVID-19 ditolak oleh rumah sakit rujukan karena penuh.
"Penolakan tersebut dilakukan baik oleh rumah sakit rujukan yang di bawah Pemprov DKI Jakarta maupun rumah sakit yang di bawah Kementerian Kesehatan termasuk rumah sakit darurat di Wisma Atlet Kemayoran," katanya.
Informasi yang diperoleh Tim Pemeriksa, penolakan yang dilakukan oleh rumah sakit rujukan disebabkan oleh minimnya jumlah ruang isolasi di rumah sakit yang dimaksud.
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan Satgas COVID-19 termasuk Badan Pengawas Rumah Sakit Swasta (BPRS) untuk menambah jumlah ruang isolasi tersedia dengan melibatkan rumah sakit swasta.
Untuk rumah sakit swasta yang langsung di bawah pengawasan BPRS Provinsi dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta maupun Pemprov DKI Jakarta diharapkan membangun komunikasi yang lebih intens dengan pihak rumah sakit swasta agar terlibat dalam penanganan COVID-19 di wilayah Ibu Kota ini.
RS Pengembang
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya tidak merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta menerima bantuan penyediaan rumah sakit darurat yang baru dibangun oleh para pengembang di wilayah permukiman.
"Beberapa pihak ditengarai telah menawarkan pembangunan rumah sakit darurat di beberapa apartemen yang mereka kelola," kata Teguh.
Menurut Ombudsman, tawaran dengan itikad baik tersebut bisa berdampak lebih buruk pada keselamatan warga yang berada di wilayah tersebut karena permukiman itu tidak didesain dan memiliki fasilitas penanganan penyakit menular seperti yang dimiliki oleh rumah sakit swasta yang telah ada.
Selanjutnya, Ombudsman Jakarta Raya merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan ekonomi kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang terbukti sebagai pasien dalam pengawasan atau PDP tapi tidak dapat dirawat di rumah sakit rujukan dan harus melakukan isolasi mandiri.
"Selama mereka menjalani isolasi mandiri tersebut bantuan ekonomi diberikan agar mereka bisa fokus untuk melakukan isolasi mandiri," lanjut Teguh.
Selanjutnya, Ombudsman menyarankan penambahan jumlah tes cepat COVID-19 pada wilayah zona merah dan daerah di mana potensi penyebaran lebih sulit dideteksi seperti perkampungan kumuh dan padat penduduk.
Ombudsman RI Jakarta Raya secara khusus mengkhawatirkan tingginya angka pemakaman pada Maret 2020 sebagai bagian dari puncak gunung es penyebaran COVID-19 yang belum terdeteksi tapi telah memakan korban jiwa.
"Dan potensi tersebut ada di wilayah-wilayah permukiman padat penduduk," kata Teguh.
Saran berikutnya, memperbaiki dan menambah kualitas APD bagi tenaga medis, bukan hanya di rumah sakit rujukan tapi juga di rumah sakit dan fasilitas kesehatan (Faskes) BPJS sebagai garda terdepan pengecekan awal terduga COVID-19.
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mengapresiasi penyediaan APD yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Puskesmas se-DKI Jakarta, tapi jumlahnya masih sangat jauh dari memadai.
Karantina parsial
Ombudsman menyarankan penyediaan APD dengan mendorong salah satu BUMD DKI Jakarta sebagai 'leading sector" pembuatan APD dengan melibatkan industri lokal.
Selanjutnya, mempersiapkan karantina parsial di tingkat RW sampai kelurahan seperti yang dimungkinkan dalam Undang-Undang Karantina Kesehatan mengingat seluruh Kecamatan di DKI Jakarta (kecuali Kepulauan Seribu) merupakan daerah penyebaran dan terpapar COVID-19.
Pengajuan ini juga disertai dengan upaya simulasi karantina parsial termasuk pemberian bantuan ekonomi, alat kesehatan dan bantuan lainnya bagi para pekerja sektor informal, pekerja harian lepas dan masyarakat ekonomi tidak mampu lainnya.
Ombudsman mengusulkan sebuah kebijakan yang terpadu kepada Satgas COVID-19 Nasional dengan beberapa wilayah penyangga seperti Tangerang, Bogor, Bekasi dan Depok terkait pembatasan mobilitas atau lalu lintas masyarakat antar wilayah.
Menurut Teguh, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sekitar 50 persen pasien positif COVID-19 Nasional berada di wilayah Jakarta sehingga PSBB akan efektif dan optimal melalui pembatasan mobilitas masyarakat antar wilayah DKI Jakarta dengan daerah penyangga dengan melibatkan dinas terkait serta Polri.
RW siaga
Ombudsman Jakarta raya juga menyarankan Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Organda, PT KAI, dan perusahaan penerbangan untuk memastikan bahwa pelayanan mereka memenuhi syarat 'physical atau 'social distancing'.
"Bertukar informasi dengan pemerintah daerah penerima masyarakat yang mudik terbanyak dengan melibatkan aparat RT/RW untuk memberikan surat jalan kepada masyarakat yang akan mudik," katanya.
Cara ini dilakukan dengan kriteria sebagai anggota masyarakat yang berada sangat dekat dengan tempat tinggal PDP (satu RT) dengan PDP, cukup dekat (Satu RW) dengan PDP, dan sedang (satu kelurahan) dan jauh (satu kecamatan) agar daerah penerima agar pemerintah setempat memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi para ODP yang mudik ke daerah mereka.
Saran korektif selanjutnya, yakni mensosialisasikan kepada warga DKI Jakarta yang akan mudik untuk tetap bertahan di Jakarta, selain karena adanya potensi penyebaran COVID-19 ke daerah asal, namun juga kepastian kemampuan dukungan bantuan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Jakarta akan lebih baik.
Hal itu lebih baik setelah Jakarta memperoleh status PSBB dibandingkan daerah asal mengingat kemampuan keuangan DKI Jakarta yang jauh lebih baik dibanding dengan daerah tujuan mudik mereka.
"Dan terakhir mendorong partisipasi publik untuk ikut turun serta dalam membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan pandemi ini melalui kesukarelaan mereka di program RW siaga COVID-19," kata Teguh.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020