Makassar (ANTARA News) - Keluarga korban penembakan, Nasruddin Zulkarnaen, Direktur salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) menganggap kasus asmara merupakan opini liar.
"Kasus asmara itu merupakan opini liar yang berhembus karena belum adanya keterangan resmi dari pihak kepolisian," ujar juru bicara keluarga, Andi Syamsuddin, di Makassar, Kamis.
Syamsuddin yang juga adik kandung Nasruddin mengatakan, keluarganya tidak pernah mengenal nama Rani Juliani yang disebut-sebut dalam peristiwa pembunuhan sadis dan biadap terhadap almarhum saudaranya.
"Kami sekeluarga tidak pernah mengenal nama Rani Juliani, apalgi menjadi istri dari saudara kami," tegasnya kepada wartawan saat jumpa pers di Makassar.
Karena itu, pihak keluarganya meminta kepada kepolisian untuk memberikan keterangan resmi mengenai motif dari kasus penembakan itu.
Terkait adanya informasi yang menyebutkan jika keluarganya dan tim pencari fakta yang membantu proses hukum itu mengetahui dan memiliki bukti-bukti keterlibatan serta motif pembunuhan yang dialami kakaknya itu dibantahnya.
Menurutnya, pihak keluarga tidak memiliki bukti-bukti terkait kasus pembunuhan yang dialami oleh saudaranya itu. Karena semua bukti-bukti hanya kepolisian yang mengetahui hingga akhirnya satu persatu nama-nama orang besar terseret dalam kasus itu.
"Kami tidak memiliki bukti-bukti apapun, semuanya sudah ada ditangan kepolisian hingga akhirnya satu persatu nama-nama pembesar ikut terseret dalam kasus pembunuhan itu," katanya.
Karena kerja keras kepolisian, pihaknya memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian atas kerja kerasnya dapat menangkap yang diduga sebagai pelaku dan dalang dari pembunuhan saudaranya itu.
Sementara itu, pihak keluarganya juga hanya menngetahui jika Nasruddin hanya mengenal dua orang perempuan yang dekat dengan keluarganya yakni, Sri Astuti, istri pertama dan Arinda Irawati, istri keduanya.
"Jadi hanya dua orang perempuan yang kami ketahui menjadi istrinya, yakni Sri Astuti, istri pertama dan Arinda Irawati, istri kedua," tandasnya. (*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009