Jakarta (ANTARA) - Sejumlah informasi mengatakan bahwa faktor iklim menjadi keuntungan tersendiri bagi negara-negara yang memiliki temperatur dan kelembaban tinggi seperti Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19, dibarengi dengan jaga jarak sosial.

Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Umum dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Yodi Mahendradhata menyebut bahwa memang ada studi-studi yang mengindikasikan bahwa suhu tinggi dan kelembaban tinggi mungkin dapat mengurangi penularan virus corona, namun faktor-faktor lain tetap lebih berperan dalam penularan.

“Namun saya ingin menekankan bahwa salah satu faktor utamanya tetaplah kedisplinan masyarakat untuk melakukan social atau physical distancing,” ujar Dr. Yodi melalui keterangannya, Sabtu.

Baca juga: Kiat menjaga imunitas tubuh anak

Baca juga: WHO setujui penggunaan masker buatan sendiri untuk cegah corona

Lalu, sebuah penelitian oleh Jingyuan Wang, Associate Professor di Sekolah Ilmu dan Teknik Komputer, Universitas Beihang, Beijing, menjelaskan bahwa mirip dengan virus influenza, virus corona cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara yang dingin dan kering.

Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan "host immunity" seseorang dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus.

Lebih lanjut, studi dari Melanie Bannister-Tyrrell, seorang konsultan senior di Ausvet, menunjukkan bahwa bahwa COVID-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah, yaitu sekitar 1 sampai 9 derajat celcius.

Artinya, semakin tinggi temperatur, maka dugaan adanya kasus COVID-19 harian semakin rendah.

Sementara, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Rita dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 doktor meteorologi, klimatologi, matematik beserta ilmuwan kedokteran, mikrobiologi, kesehatan dan pakar lainnya.

Dwikorita pun menyampaikan, masyarakat harusnya bisa manfaatkan keuntungan iklim tropis ini untuk memperkuat imunitas di bawah matahari pada jam yang tepat.

Sependapat, Dr.Yodi, juga menyebutkan bahwa berjemur di bawah sinar matahari pada jam tertentu bukan berarti mematikan virus, namun hal tersebut dapat membantu meningkatkan imunitas.

Baca juga: Sering berjemur picu masalah kulit

Baca juga: Pakai tabir surya tak cukup sekali dalam sehari

Baca juga: Sinar matahari yang sehat itu ternyata bukan pagi-pagi

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020