Brisbane, (ANTARA News) - Sebanyak 11 orang warga negara Indonesia (WNI) yang "mengaku bersalah" dalam persidangan kasus penyelundupan manusia di Pengadilan Magistrat Perth 22 April lalu sedang menunggu vonis hukuman pengadilan dalam persidangan lanjutan kasus mereka 15 Mei mendatang.
"Dalam sidang tanggal 15 Mei itu, ke-sebelas warga kita itu menunggu vonis pengadilan," kata Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, kepada ANTARA, Kamis, sehubungan dengan perkembangan terkini proses hukum WNI yang didakwa menyelundupkan pencari suaka asing ke Australia.
Ke-11 WNI yang sudah mengaku bersalah dalam persidangan 22 April lalu itu adalah Ali Topan Samsir, Mukhlis Ahmad, Hamirudin, Arsil, Arman, Yan Tonce, Laode Tarsi, Ade Haidar, Mimu, Junaidi, dan Sultan Ele, katanya.
Tiga WNI lain yang tidak mengaku bersalah dalam persidangan pengadilan sebelumnya adalah Abdul Hamid Daeng Siga, Sumarto, dan Ibrahim Ferdi. "Ketiganya akan kembali mengikuti persidangan pada 20 Mei," katanya.
Ricky tidak hendak berspekulasi tentang vonis hukuman yang akan dijatuhkan Pengadilan Magistrat Perth kepad masing-masing WNI ini namun sesuai dengan hukum Australia, mereka yang terbukti menyelundupkan lima atau lebih warga asing ke negara itu diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Namun, merujuk pada vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Magistrat Perth kepada tiga orang WNI sebelumnya, yakni Abdul Hamid, Amos Ndolo, dan Man Pombili, masa hukuman penjara berkisar antara lima dan enam tahun.
Kasus-kasus penyelundupan ratusan orang pencari suaka asing ke Australia yang melibatkan belasan nakhoda perahu asal Indonesia itu terjadi sejak September 2008.
Mereka umumnya berasal dari Kawasan Timur Indonesia, seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan (Sumsel).
Sejak Januari hingga 5 Mei 2009, sudah 11 perahu pengangkut pencari suaka asing ditangkap aparat keamanan laut Australia atau jauh melampaui jumlah kapal yang menerobos perairan negara itu tahun lalu.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009